TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat umumnya mengetahui vaksin Johnson & Johnson disuntikkan hanya satu kali. Hal ini tidak seperti vaksin Covid-19 lainnya, misalkan vaksin Sinovac, vaksin Sinopharm, vaksin Pfizer, vaksin Moderna, vaksin AstraZeneca yang harus disuntikkan dua kali.
Pada 11 September 2021, Indonesia mendapatkan vaksin Johnson & Johnson sebanyak 500 ribu dosis. Sekarang muncul spekulasi apakah vaksin Johnson & Johnson cukup disuntikkan satu kali atau perlu dua kali suntik seperti vaksin Covid-19 yang lain?
Guru Besar di Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Tjandra Yoga Aditama menjelaskan para pakar vaksin internasional telah berdiskusi tentang hasil penelitian yang menunjukkan bagaimana jika vaksin Johnson & Johnson disuntikkan dua kali. Dalam pertemuan yang berlangsung pada Selasa malam, 21 September 2021 itu, pihak Johnson & Johnson memberikan pernyataan di depan para ahli.
"Produsen vaksin Johnson & Johnson menyebutkan, 'pemberian satu kali vaksin ini menghasilkan respon imun yang kuat dan menimbulkan memori kekebalan dalam waktu lama. Dan bila diberikan booster kedua, maka kekuatan proteksinya terhadap Covid-19 akan makin meningkat'," demikian kata Tjandra Yoga mengutip pernyataan produsen vaksin Johnson & Johnson yang disampaikan melalui pesan instan pada Rabu, 22 September 2021.
Menurut pernyataan pimpinan perusahaan produsen vaksin Johnson & Johnson ini, Tjandra Yoga melanjutkan, apabila vaksin tersebut disuntikkan sampai dua kali, akan memberikan proteksi sampai 94 persen untuk mencegah seseorang tertular dan bergejala. Efikasi tersebut setara dengan angka proteksi vaksin Moderna dan vaksin Pfizer yang memang diberikan dua dosis.
Tjandra Yoga Aditama melanjutkan, pada Agustus 2021, produsen vaksin Johnson & Johnson sudah menyampaikan kepada pemerintah tentang efektivitas vaksin yang kian baik apabila disuntikkan dua kali. Jaraknya sekitar delapan bulan setelah penyuntikan dosis pertama.
"Perkembangan ini belum banyak diketahui di Indonesia karena selama ini yang selalu dibicarakan adalah pemberian vaksin Johnson & Johnson cukup satu kali saja," kata Tjandra Yoga. Pemberian satu dosis saja memang lebih praktis dari sudut penerapan di lapangan. Namun demikian, menurut dia, sebaiknya pemerintah mengkaji lagi untuk menentukan kebijakan penggunaan vaksin Johnson & Johnson tersebut.
Mantan Direktur WHO Asia Tenggara ini juga mengingatkan pengetahuan tentang Covid-19 amat dinamis dan dapat berubah sesuai hasil penelitian terakhir. "Sebab itu, kita perlu menguasainya dengan baik," kata Tjandra Yoga. Kini muncul juga sudut pandang baru tentang pemberian booster atau vaksinasi dosis ketiga pada vaksin yang memang seharusnya dua dosis. Sejauh ini, vaksin booster hanya untuk tenaga kesehatan. Namun banyak juga orang non-medis yang sudah mendapatkannya.
Baca juga:
Pemerintah Genjot Vaksinasi di Wilayah yang Masih Berstatus PPKM Level 4