TEMPO.CO, Jakarta - Terjadi fenomena The Great Resignation atau Big Quit selama hampir dua tahun pandemi Covid-19. Ini adalah kondisi di mana para karyawan mengundurkan diri dari pekerjaan mereka karena berbagai sebab.
Adalah Anthony Klots, seorang profesor manajemen dari Texas A&M, Amerika Serikat, yang mempopulerkan istilah The Great Resignation atau Big Quit. "Ini merupakan kondisi pengunduran diri besar-besaran oleh pekerja sebagai tren yang meluas selama pandemi Covid-19," katanya seperti tertera dalam keterangan tertulis JobStreet, Sabtu, 12 Februari 20.
Bidang kerja dengan karyawan yang paling banyak mengundurkan diri adalah sektor teknologi dan kesehatan. Menurut Anthony Klots, para pekerja memutuskan berhenti karena mereka memikirkan kembali karier, kondisi perusahaan, dan tujuan jangka panjang dalam kehidupan pribadi.
Data Office for National Statistics atau ONS di Inggris menunjukkan, sekitar 1 juta pekerja mengundurkan diri selama pandemi. Di Amerika Serikat, sekitar 4,3 juta karyawan memutuskan berhenti dari pekerjaan mereka. Pemicunya, karyawan mengalami kelelahan berlebihan dan pertimbangan individu untuk memprioritaskan kondisi kesehatan mental mereka.
Setelah berhenti, mereka kemudian mencari pekerjaan yang tidak menguras tenaga secara mental. Menurut laporan JobStreet Jobs, sebanyak 50 persen karyawan yang bekerja dari rumah atau WFH memiliki durasi bekerja yang lebih lama. Berikut analisis Anthony Klotz atas tren The Great Resignation atau Big Quit:
- Meninggalkan ambisi
Jika sebelumnya karyawan memilih bertahan ketimbang mengundurkan diri karena berharap mendapatkan posisi baru atau naik pangkat, pada masa pandemi mereka berpikir lagi apakah benar-benar menginginkan jabatan itu. Dengan beban kerja yang kian bertambah, akhirnya mereka memutuskan untuk melepas ambisi itu dan memilih berhenti. Menurut data JobStreet, pada 2021, jumlah lowongan kerja meningkat 31 persen setiap bulannya. Sedangkan jumlah lamaran per lowongan juga meningkat sebesar 89 persen.IklanScroll Untuk Melanjutkan - Kelelahan
Anthony Klotz mengutip laporan yang menunjukkan tingkat kelelahan yang tinggi pada karyawan yang bekerja dalam bidang kesehatan, ritel, restoran, dan perhotelan. Data JobStreet menunjukkan, industri dengan karyawan yang pengunduran diri terbanyak adalah sektor kesehatan dan teknologi. Seiring banyaknya pekerja yang berhenti, terdapat peningkatan lowongan kerja di bidang kesehatan sebesar 45 persen dan 66 persen di bagian digital marketing. - Perubahan jadwal kerja
Selama pandemi, banyak perusahaan yang mengubah jadwal kerja, dari work from office atau WFO menjadi work from home atau bekerja dari rumah. Dengan begitu, pekerja bebas mengatur waktu bekerja. Hanya saja, kondisi ini justru membuat karyawan yang bekerja dari rumah memiliki durasi bekerja yang lebih panjang ketimbang saat bekerja di kantor. Dampak bekerja dari rumah juga membuat karyawan mempertanyakan apa pentingnya punya kantor secara fisik atau kenapa harus bersusah payah datang ke kantor.
Baca juga:
5 Karir Pekerjaan yang Diprediksi Berjaya di Tahun 2022
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.