TEMPO.CO, Jakarta - Dokter anak di Rumah Sakit Permata Depok, Agnes Tri Harjaningrum, mengatakan pemberian susu kental manis menjadi salah satu penyebab terjadinya stunting.
“Kalau kita berbicara mengenai stunting, itu dua tahun pertama sangat penting. Jadi di usia balita ini kita harus memberikan makanan yang benar agar anak tidak stunting,” kata Agnes.
Baca juga:
Ia menuturkan berdasarkan anjuran Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), susu kental manis dapat dikenalkan pada anak jika usianya sudah di atas 5 tahun namun harus diperkenalkan sebagai toping makanan saja, bukan sebagai pengganti ASI eksklusif atau kebutuhan protein pada anak.
Sayangnya, hal tersebut belum bisa dipahami oleh banyak orang tua di Indonesia. Banyak kasus ditemukan orang tua memberikan kental manis yang dianggap sebagai susu untuk membuat anak kenyang. Akibatnya, banyak anak stunting yang kini angka prevalensinya mencapai 21,6 persen berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022.
Hingga kini, anak stunting juga masih ditemukan di DKI Jakarta. Rasa manis yang kuat pada kental manis justru membuat anak ketagihan dan tidak berselera untuk memakan makanan sehat. Hal tersebut, bertentangan dengan program pemerintah yang sedang menggaungkan pentingnya protein hewani untuk mencegah stunting.
“Hubungannya dengan stunting itu, mereka proteinnya rendah, gulanya tinggi itu kental manis. Itu membuat anak kenyang, akhirnya dia tidak mau makan sayur dan lain-lain, hanya makan gula saja, jadi kalorinya tinggi,” kata ahli gizi itu.
Kurang gizi
Menurut Agnes, menurunnya nafsu makan akibat konsumsi kental manis yang berlebihan memberikan dampak secara bertahap pada anak. Pertama, anak akan mengalami defisiensi makronutrien. Kemudian, anak secara perlahan akan mengalami defisiensi mikronutrien atau kekurangan gizi mikro. Salah satunya adalah zinc atau protein hewani yang bisa didapat dari ikan ataupun telur.
Jika berat badan terus menurun maka anak bisa terindikasi stunting akibat kekurangan gizi kronis. Selain kurang asupan protein hewani, kurangnya pengetahuan terkait pola makan yang baik dalam keluarga juga bisa menyebabkan anak stunting. Dalam kasus yang Agnes temukan, masih banyak ibu yang beranggapan jajanan manis atau yang ada di sekitar sekolah tidak berbahaya dan bisa memenuhi gizi anak meski sedikit.
Agnes mengimbau pemikiran tersebut perlu diubah. Disarankan para ibu dapat meningkatkan pengetahuan dan mematuhi anjuran yang sudah disepakati para pakar sehingga asupan gula anak tidak berlebihan dan bisa memicu stunting atau terkena diabetes tipe 2 yang kini semakin meningkat di Indonesia. Ia menyarankan orang tua dapat memaksimalkan pemberian ASI eksklusif dan mengolah makanan lokal sebagai MPASI agar gizinya dapat terpenuhi.
“Sudah saya jelaskan di atas satu tahun kemampuan (mengolah) makan yang penting 70 persen dari makanan padat dan 30 persen cair, jadi susunya kalau untuk usia 2-5 tahun hanya maksimal 600 ml saja,” katanya.
Pilihan Editor: Ahli Gizi Sebut Kaitan Susu Kental Manis dan Risiko Diabetes Anak