TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Indonesia, Fajar Eri Dianto, meminta warganet tak terjebak budaya konsumtif di era digital ini. Ia menjelaskan pada umumnya warganet terjebak dalam budaya konsumtif disebabkan fenomena fear of missing out (FOMO).
FOMO merupakan ketakutan tertinggal momen di ranah daring, juga termasuk kekhawatiran tidak dapat memanfaatkan kesempatan atau opsi terbaik menurut media sosial. Selain itu, ada kecenderungan ketergantungan pemenuhan keinginan bersifat nonprimer serta ketergantungan pada kebutuhan produk digital berbayar.
“Apalagi, saat ini marak sekali pinjaman online dan fasilitas paylater di berbagai platform lokapasar. Fitur-fitur itu memang memberikan kemudahan pinjaman sehingga dapat merangsang seseorang menjadi konsumtif,” katanya.
Agar terlepas dari jebakan konsumtif perlu pengaturan dan perencanaan keuangan yang akurat. Caranya dengan memprioritaskan keperluan utama dan mengalokasikan dana dari gaji atau upah yang diperoleh. Lalu, buatlah laporan atau catatan keuangan yang rapi dan berkala.
“Maksimalkan pendapatan yang diperoleh untuk keperluan pokok, misalnya alokasi 50 persen dari gaji untuk kebutuhan primer, 30 persen untuk kebutuhan nonprimer, lalu sisanya 20 persen untuk simpanan, investasi atau dana darurat,” ujarnya.
Industri jasa keuangan
Sementara itu, pendiri DIID, kreator konten, dan direktur kreatif SofiaDewi.Co, Sophie Tobelly, mengatakan saat ini semakin banyak orang mengandalkan kemajuan teknologi digital untuk mendukung kehidupan. Teknologi digital sudah menjadi bagian penting dari industri jasa keuangan. Penawaran, pembukaan rekening, atau pembelian produk dan jasa keuangan dapat dilakukan secara digital.
Untuk itu, amat dibutuhkan pendidikan literasi keuangan yang mumpuni. Sophie mengatakan literasi keuangan adalah kemampuan untuk memahami dan menerapkan berbagai keterampilan keuangan, seperti manajemen tabungan pribadi, membuat penganggaran, dan investasi.
"Adapun, literasi keuangan digital adalah pengetahuan mengenai kegiatan layanan keuangan atau metode pembayaran menggunakan teknologi yang dilakukan secara digital," jelasnya.
Menurutnya, kemampuan literasi keuangan yang dipadukan dengan kemampuan literasi digital menjadi modal penting masyarakat dalam menghadapi digitalisasi sektor jasa keuangan. Digitalisasi sektor keuangan itu, antara lain lokapasar, dompet digital, dan transaksi digital. Literasi digital yang baik dapat memahami dan memanfaatkan ragam digitalisasi di sektor jasa keuangan tersebut.
“Sebab, transformasi keuangan digital tidak terhindarkan. Ada kelebihan yang dimiliki dibanding dengan cara konvensional. Keuangan digital lebih efisien, cepat dilakukan dan mudah, serta mengoptimalkan alokasi tenaga kerja,” tuturnya.
Pilihan Editor: 5 Dampak Buruk Media Sosial bagi Kesehatan Mental