TEMPO.CO, Jakarta - Penelitian yang dimuat di jurnal Lancet menyebut cuaca panas ekstrem dapat berdampak besar pada kesehatan mental dan menyebabkan peningkatan agresi, perilaku bunuh diri, kecenderungan depresi , dan penggunaan narkoba.
"Semakin banyak bukti yang menunjukkan suhu di luar ruangan dapat mempengaruhi kesehatan mental, khususnya mengkhawatirkan dalam konteks perubahan iklim,” tulis penelitian tersebut, seperti dikutip laman Hindustan Times.
Penelitian menemukan suhu di luar ruangan terkait percobaan bunuh diri, kunjungan ke rumah sakit karena penyakit mental, dan dampak buruk terhadap kesehatan mental dan kesejahteraan masyarakat. Psikolog Sucheta Gore menyarankan untuk tetap berada di dalam rumah selama kondisi gelombang panas dan melakukan aktivitas dengan perlahan. Ia mengatakan cuaca panas ekstrem dapat membuat orang mudah marah dan tersinggung dan orang tidak boleh menganggap remeh kesehatan mental dan perlu mengambil langkah untuk memperbaikinya.
"Dari meningkatnya kecemasan hingga depresi, panas terik dapat melampaui dunia fisik dan masuk ke dalam jiwa dari individu yang sudah bergulat dengan tekanan kehidupan modern. Temperatur yang lebih tinggi dapat menyebabkan orang lebih marah, frustrasi, dan mudah tersinggung,” jelasnya.
Batasi kegiatan berikut
Risiko tekanan emosional dan masalah kesehatan mental lain juga ada selama gelombang panas ekstrem. Penelitian menunjukkan area otak yang bertanggung jawab untuk menyusun dan menyelesaikan tugas-tugas kognitif yang kompleks terganggu cuaca panas.
Gore menyarankan beberapa langkah untuk melindungi kesehatan mental di tengah panas terik, seperti tetap terhidrasi, makan makanan sehat untuk kesehatan fisik, batasi aktivitas di luar, kenakan pakaian yang nyaman jika berpergian. Selain itu, batasi konsumsi kafein dan alkohol selama cuaca panas serta luangkan waktu dan investasikan dalam aktivitas perawatan diri seperti mandi air dingin.
Pilihan Editor: Alasan Dokter Tak Sarankan Minum Kopi saat Cuaca Panas