TEMPO.CO, Jakarta - Menurut data Indonesia Drugs Report 2022, ganja adalah jenis narkoba yang paling banyak digunakan di Indonesia dengan persentase 41,4 persen, diikuti sabu 25,7 persen, nipam 11,8 persen, dan dekstro 6,4 persen. Peringkat itu masih sama pada 2023.
Kelompok Ahli Badan Narkotika Nasional Bidang Farmasi, Mufti Djusnir, mengingatkan salah satu dampak buruk penyalahgunaan ganja adalah bisa mematikan sel otak dan kondisi itu tak bisa dikembalikan seperti sedia kala. Salah satu zat dalam ganja yang jumlahnya dominan adalah delta-9 tetrahydrocannabinol atau THC yang bertanggung jawab pada kematian sel otak.
"Tidak membuat mati, THC sangat pengaruhi otak. Kumpulan oksigen di otak kecil akan diikat THC, semacam ikatan kuat. Kalau sudah mengeras tidak bisa lagi dikembalikan karena posisi di dalam otak," jelas Mufti.
Apabila 70 persen sel otak sudah terpapar THC maka hanya 30 persen yang masih digunakan untuk melakukan fungsinya. Literatur tak menyebutkan berapa lama proses sejak terpapar ganja hingga sel otak mati namun biasanya dia akan memperlihatkan ciri-ciri khusus.
"Tidak disebutkan berapa lama proses terpaparnya itu sampai menjadi endapan. Tetapi, biasanya orang sudah menunjukkan ciri-ciri agak tulalit (lamban berpikir) itu biasanya agak parah, sudah lebih dari 50 persen," ujar Mufti.
Apabila otak orang dengan riwayat penyalahgunaan atau pernah terpapar ganja dipindai maka biasanya terlihat bagian hitam yang menandakan sel otak yang mati. Selain THC, ganja juga mengandung senyawa bernama cannabidiol atau CBD yang bermanfaat untuk pengobatan epilepsi pada anak-anak. Namun, karena jumlah CBD dalam ganja hanya sekitar 1-2 persen saja maka dibutuhkan rekayasa genetika untuk mendapatkan CBD lebih banyak dari THC dalam tanaman ganja.
"Karena yang dominan dalam ganja adalah THC sedangkan CBD hanya sedikit, sekitar 1-2 persen dalam tanaman ganja, sehingga untuk diambil harus direkayasa genetik dulu supaya bisa menghasilkan CBD dengan kadar besar ketimbang THC," jelas Mufti.
Hari Anti Narkotika Internasional
Bertepatan dengan peringatan Hari Anti Narkotika Internasional (HANI) pada 26 Juni 2023, Mufti mengajak masyarakat aktif melindungi orang-orang sekitar dari narkoba, termasuk ganja.
"Sedini mungkin lindungi orang-orang yang kita cintai dari segala bentuk pengaruh narkoba. Mudah-mudahan dengan mencintai mereka, kita sadar mengingatkan, mengawal mereka. Mereka akan selamat menjadi generasi yang hebat, kuat untuk Indonesia ke depan," harapnya.
Di 2023, HANI mengusung tema “People first: stop stigma and discrimination, strengthen prevention”, sedangkan tema nasional HANI yakni “Akselerasi War On Drugs Menuju Indonesia Bersinar (Bersih dari Narkoba)”. Peringatan HANI dilakukan sebagai bentuk keprihatinan dunia terhadap korban penyalahgunaan narkotika sekaligus wujud perlawanan terhadap salah satu kejahatan luar biasa yang menjadi tantangan negara-negara di seluruh dunia. Peringatan HANI juga menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran akan masalah utama yang ditimbulkan oleh narkotika, yaitu generasi yang hilang.
Pilihan Editor: Hari Anti Narkotika Internasional, Bermula dari Pemusnahan Opium Era Kaisar Daoguang