TEMPO.CO, Jakarta - Masalah kesehatan mental dapat mempengaruhi siapa pun, tanpa memandang jenis kelamin. Namun, ada beberapa faktor yang membuat perempuan cenderung lebih sering mengalami masalah kesehatan mental dibanding laki-laki.
Dikutip dari laman Universitas Gadjah Mada (UGM), Ketua Program Studi Pendidikan Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa FKKMK UGM, Ronny Tri Wirasto, menjelaskan wanita sebenarnya lebih mampu mengendalikan stres dibandingkan laki-laki.
Kemampuan perempuan untuk mengendalikan stres berkaitan dengan tingginya hormon estrogen dalam tubuh yang berfungsi memblokir efek negatif stres di otak.
“Harusnya wanita lebih tahan stres dibanding laki-laki karena laki-laki hormonnya mudah labil sehingga emosinya naik turun. Namun, menariknya wanita yang semestinya stabil secara emosional justru menjadi lebih emosional,” kata Ronny.
Mengutip Mental Health Foundation, berikut beberapa fakta mengenai kesehatan mental terhadap wanita:
- Saat ini, wanita tiga kali lebih mungkin mengalami masalah kesehatan mental yang umum dibandingkan pria.
- Tingkat melukai diri sendiri di kalangan perempuan muda meningkat tiga kali lipat sejak 1993.
- Wanita tiga kali lebih mungkin mengalami gangguan makan daripada pria.
- Wanita muda tiga kali lebih mungkin untuk mengalami gangguan stres pascatrauma daripada pria.
- Wanita muda lebih mungkin mengalami kondisi yang berhubungan dengan kecemasan daripada kelompok lain mana pun.
Dilansir dari laman Universitas Airlangga (Unair), pakar psikologi Unair, Ike Herdiana, menyebut perempuan seringkali menghadapi banyak faktor pemicu masalah kesehatan mental.
Dalam ranah domestik, perempuan lebih banyak terlibat dalam pengasuhan anak dibandingkan pria. Begitu pula dengan peran perempuan yang sering mengambil tanggung jawab jika ada keluarga yang mengalami kecacatan atau lanjut usia.
“Kultur masyarakat kita selalu membebankan pengasuhan anak pada perempuan saja. Padahal pengasuhan itu tugas sangat berat yang seharusnya dilakukan secara seimbang oleh ibu dan ayah. Hal ini penting karena tidak hanya terkait kesetaraan peran, tapi juga tumbuh kembang anak,” jelas Ike.
Perempuan yang memiliki tanggung jawab lebih seperti ini umumnya akan mudah mengalami kecemasan dan depresi. Perempuan juga cenderung hidup dalam kemiskinan dibandingkan dengan pria. Fakta ini menimbulkan rasa tidak aman serta terisolasi.
Faktor lainnya adalah kenyataan bahwa kasus kekerasan maupun pelecehan seksual hampir selalu terjadi pada perempuan dan anak-anak.
Perempuan yang mengalami pengalaman traumatis ini lebih rentan terkena PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder) dan dampak mental jangka panjang. Selain itu, lingkungan yang diskriminatif dan tidak ramah juga mampu mempengaruhi kesehatan mental.
Pilihan Editor: Mengenal Baby Blues bagi Perempuan Pasca Melahirkan