TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kesehatan RI melaporkan lebih dari 700 ribu kasus tuberkulosis (TBC) berhasil terdeteksi pada 2022. Angka tersebut yang tertinggi sejak TBC menjadi program prioritas nasional. TBC di Indonesia dilaporkan menempati peringkat kedua setelah India dengan jumlah kasus 969 ribu dan kematian 93 ribu per tahun atau setara 11 kematian per jam.
Berdasarkan Global TB Report 2022, jumlah kasus tuberkulosis terbanyak di dunia pada kelompok usia produktif, terutama 25-34 tahun. Di Indonesia jumlah kasus TBC terbanyak ada pada kelompok 45-54 tahun. Kemenkes sedang menyusun teknis karantina bagi pasien TBC demi memutus rantai penularan penyakit kepada orang sekitar.
"Merujuk hasil rapat terbatas pemerintah diusulkan ada karantina pasien TBC supaya memastikan orang yang akan minum obat minimal dua pekan sampai dua bulan berjalan teratur," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi di Jakarta, Kamis, 20 Juli 2023.
Ia mengatakan pemerintah menggagas penyediaan fasilitas yang representatif bagi pasien TBC aktif untuk menjamin asupan obat dan gizi seimbang dapat terpenuhi secara teratur. Bentuk fasilitas karantina yang disiapkan merujuk pada Sanatorium TBC yang pernah beroperasi di Indonesia pada zaman Hindia Belanda.
"Nanti kita bikin fasilitas karantina, bisa berbentuk rumah sakit. Dulu ada yang namanya sanatorium TBC, sifatnya wajib selama enam bulan," jelasnya.
Wajib atau pilihan
Kemenkes belum menentukan apakah fasilitas karantina nanti bersifat wajib atau pilihan. Yang pasti, tujuan utama penyediaan fasilitas karantina adalah menjaga agar infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis penyebab TBC tidak menyebar kepada keluarga maupun orang terdekat pasien.
Menurut Nadia, orang yang hidup dengan TBC memerlukan asupan obat keras secara konsisten. Konsumsi obat berkala selama dua pekan hingga dua bulan dapat menjamin TBC yang diderita lebih terkendali. Ia menambahkan penderita TBC umumnya dialami masyarakat pada level sosial ekonomi rendah sehingga tidak jarang asupan gizi seimbang tidak terpenuhi karena keterbatasan keuangan.
"Misalnya ada yang dua pekan atau dua bulan minum obat harus bolak balik jauh dari rumahnya atau dia pekerja tapi perusahaannya tidak memberi izin. Jadi, kami fasilitasi karantinanya," tuturnya.
Gambaran sederhana dari teknis karantina pasien TBC layaknya ketentuan bagi pasien COVID-19 saat pandemi. "Sementara ini teknisnya baru kemarin, masih disiapkan dulu apakah wajib atau tidak," katanya.
Pilihan Editor: Ciri-Ciri Penyakit TBC yang Harus Diwaspadai