TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah melakukan upaya-upaya mitigasi untuk mencegah virus Nipah masuk ke Indonesia dan berisiko penularan. Hingga 25 September 2023, virus yang berasal dari kelelawar ini dilaporkan belum ditemukan di negeri ini.
"Kita perkuat surveilans, terutama di daerah yang banyak terdapat hewan sebagai sumber infeksi virus Nipah seperti kelelawar," ujar Maxi Rein Rondonuwu, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan.
Virus Nipah pertama kali peternak babi di sekitar Sungai Nipah, Malaysia, pada 1998-1999. Pada 2001, Bangladesh dan India melaporkan temuan kasus. Dan pada 12 September 2023 India kembali melaporkan temuan kasus di distrik Kozhikode dan Malappuram.
Penularan virus Nipah bisa karena kontak lansung dengan orang atau hewan terinfeksi atau makanan yang terkontaminasi virus. Gejala yang muncul di antaranya sakit kepala, demam akut, muntah, sakit tenggorokan. Bisa juga terjadi radang jaringan otak, kejang, hingga koma selama 24-48 jam, juga infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) ringan dan berat, serta nyeri otot.
Upaya pencegahan yang dilakukan pemerintah antara lain:
-Memantau kasus dengan gejala virus Nipah.
-Menyebarluaskan informasi mengenai virus Nipah kepada masyarakat.
-Mengirimkan spesimen kasus ke laboratorium untuk diteliti.
-Menginvestigasi dan melacak kontak erat 1x24 jam untuk setiap kasus.
Pemerintah juga memberi imbauan kepada masyarakat berupa:
-Hindari konsumsi buah/makanan yang telah dimakan kelelawar.
-Hindari kontak dengan hewan ternak (babi, kuda) yang kemungkinan terinfeksi. Jika terpaksa, gunakan alat pelindung diri (APD).
-Rajin cuci tangan, hidup bersih.
-Makan daging ternak yang dimasak matang.
Pilihan Editor: Yang Perlu Diketahui soal Virus Nipah yang Belakangan Mewabah di India