TEMPO.CO, Jakarta - Pada pertengahan Oktober 2023, suhu udara maksimal diprakirakan mencapai 43 derajat Celcius di Surabaya, 40 derajat Celcius di Semarang, dan 37 derajat Celcius di Jakarta. Pakar kesehatan Prof dr Zubairi Djoerban, SpPD-KHOM, mengatakan pemilik komorbid, bayi dan anak-anak, lansia, hingga atlet yang berlatih di luar ruangan lebih rentan terkena dampak buruk cuaca panas ekstrem.
"Kalau udara panas 40 derajat celcius, hampir semua orang kesehatannya akan terpengaruh, akan menurun. Namun, yang banyak terdampak ada beberapa kelompok, misalnya usia lanjut, penderita komorbid, bayi dan anak kecil, orang-orang miskin yang pekerjaan sehari-harinya di tempat terbuka, serta atlet," kata Zubairi.
Anggota Dewan Pertimbangan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) itu juga menjelaskan salah satu dampak buruk cuaca panas ekstrem adalah dehidrasi hingga yang paling serius heat stroke atau kondisi ketika tubuh mengalami peningkatan suhu secara drastis. Bahkan, cuaca panas ekstrem seperti gelombang panas dapat berakibat pada kematian, seperti yang terjadi di beberapa negara.
"Ini saya sampaikan data angka kematian. Di Amerika itu, setiap tahun lebih dari 1.200 orang meninggal akibat gelombang panas. Pada tahun 2022, yang meninggal akibat gelombang panas 1.714," jelasnya.
Sementara itu, Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof Dr Tjandra Yoga Aditama, menambahkan dampak buruk cuaca panas ekstrem terhadap kesehatan ke dalam dua kategori, yakni dampak ringan dan sedang serta dampak berat.
"Dampak ringan dan sedang seperti berkeringat, sakit kepala dan pusing, keram otot, kehausan sampai dehidrasi. Dampak berat yaitu gangguan kesadaran sampai heat stroke," ujarnya.
Gejala heat stroke
Untuk mencegah dampak heat stroke di tengah cuaca panas ekstrem yang melanda berbagai daerah, ia mengungkapkan sejumlah gejala yang patut diwaspadai, di antaranya keringat berlebihan, wajah yang tampak pucat, mual, muntah, kaki kram, sakit kepala dan pusing, merasa sangat lelah, tidak bisa berkonsentrasi, dan kulit terasa panas, kemerahan, serta kering.
Ia juga mengingatkan untuk menerapkan semboyan stay cool, stay hydrated, and stay informed karena masyarakat perlu tetap menjaga tubuh tetap dingin dengan membatasi aktivitas di luar ruangan, melakukan aktivitas fisik secara bertahap, mengenakan baju berwarna cerah dan berbahan ringan, serta menggunakan tabir surya dengan kandungan minimal SPF 30. Masyarakat juga perlu tetap terhidrasi dengan banyak minum air putih serta tetap mengikuti informasi terkini seputar cuaca panas dan langkah pencegahan terhadap dampak buruknya untuk kesehatan.
Sebelumnya, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Eddy Hermawan, menyampaikan suhu udara yang menyengat di Indonesia saat ini dipengaruhi fenomena El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) yang diprakirakan mencapai puncak pada Oktober 2023. Fenomena El Nino adalah pemanasan suhu muka laut di atas kondisi normalnya di Samudra Pasifik bagian tengah. Sementara itu, Indian Ocean Dipole (IOD) merupakan perbedaan suhu permukaan laut di Laut Arab (Samudra Hindia bagian barat) dan Samudra Hindia bagian timur di selatan Indonesia.
Pilihan Editor: Saran Dokter Kulit untuk Hadapi Cuaca Panas Ekstrem