TEMPO.CO, Jakarta - Kepala staf medis psikiatri RSUP Nasional dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, Prof. Dr. dr. Tjhin Wiguna, SpKJ(K), mengatakan lingkungan psikososial anak yang permisif dan kebiasaan kurang pendisiplinan bisa menjadi penyebab anak merasa boleh berbuat nakal dan berlaku seenaknya.
“Lingkungan sekolah atau rumah permisif jadi kalau berbuat nakal enggak apa-apa. Kadang mereka melakukan ke orang lain karena kebiasaan lingkungannya. Atau bisa juga terjadi karena faktor sekolah kalau pendisiplinannya kurang, membuat anak bisa berbuat seenaknya karena tanpa konsekuensi yang jelas,” jelas Tjhin.
Ia mengatakan anak pelaku bullying atau perundungan memang sering yang terlihat lebih nakal atau nekat dan bisa jadi anak yang memiliki kecenderungan khusus seperti hiperaktif. Anak berbuat nakal karena tidak ada konsekuensi yang jelas dari orang tua atau guru terhadap perbuatannya dan merasa lebih kuat dari lawannya yang menjadi korban perundungan.
Pengalaman masa kecil yang pernah menjadi korban juga bisa berdampak orang melakukan perundungan. Hal itu berdampak pada perilakunya ketika dewasa dan selalu mencari cara untuk menekan korbannya.
“Pengalaman masa kecil terhadap bullying bisa berdampak pada perkembangan kepribadian seseorang, ada pengaruhnya. Kalau dewasa perlu konsultasi ada masalah atau gangguannya apa,” jelasnya.
Baca juga:
Gangguan perilaku
Selain itu, anak dengan kecenderungan khusus seperti gangguan mental dan perilaku hiperaktif impulsif atau ADHD juga bisa menjadi korban perundungan maupun pelaku karena tidak bisa mengontrol perilaku, seperti tidak bisa diam dan bisa mendorong temannya. Pelaku yang selalu melakukan perundungan meski sudah didamaikan perlu dikonsultasikan karena nanti bisa jadi masalahnya tidak akan selesai dan korban akan terus bertambah. Pelaku tersebut perlu mendapatkan konsultasi terkait masalah atau gangguan yang dialami.
Ia mengatakan dampak perundungan pada korban bisa dibilang tidak main-main. Korban bisa timbul berbagai masalah emosi, perilaku, dan bermacam kondisi mental yang berujung cemas, depresi, dan kegagalan, baik akademis maupun kehidupan sosial di sekolah.
Sejauh ini Tjhin mengatakan belum ada penelitian apakah pelaku perundungan bisa sembuh dan tidak mengulang perbuatannya. Namun, dukungan keluarga serta peran serta guru di sekolah sangat dibutuhkan untuk membina anak yang menjadi perundung maupun korban agar masing-masing bisa berdamai.
“Tentunya perlu guru atau siswa lainnya. Ada enggak dukungan siswa yang mengalami bullying? Kalau bicara keluarga kita harus lihat apakah keluarga itu bisa memberikan dukungan atau penentraman juga terhadap siswa yang mengalami bullying,” paparnya.
Pilihan Editor: Psikiater Ingatkan Dampak Perundungan pada Prestasi Akademik Anak