TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 17 warga Pedukuhan Kayoman, Kelurahan Serut, Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul, dilaporkan terpapar antraks. Dugaan itu timbul setelah mereka mengonsumsi daging kambing yang disembelih di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul, DIY, memeriksa 53 orang di Kayoman untuk mengantisipasi meluasnya kasus warga yang suspek antraks di wilayah itu.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Gunungkidul Dewi Irawaty di Gunungkidul, Senin, 13 Maret 2024, mengatakan dari 53 warga yang diperiksa, 17 orang diambil sampel darah untuk dikirim ke Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Yogyakarta.
"Sebanyak 17 warga yang diambil sampel darahnya karena berinteraksi dengan ternak yang diduga terjangkit antraks," katanya. Ia mengatakan 17 warga tersebut bergejala suspek antraks. Namun, yang dirawat di rumah sakit dua orang. "Petugas sudah melakukan langkah-langkah cepat mengantisipasi penyebaran antraks kepada warga," katanya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Gunungkidul Wibawanti Wulandari mengatakan kronologi kejadian ini bermula saat salah seorang warga Pedukuhan Kayoman membawa pulang kambing yang sudah disembelih dari Sleman pada 24 Februari 2024.
Daging kambing tersebut dikuliti dan dikonsumsi di Kayoman. Tak lama kemudian, dua kambing dan sapi milik warga tersebut mati. Dua kambing sempat disembelih, tapi tidak dikonsumsi. Sedangkan sapi langsung dikubur.
Menurut laman Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kulon Progo, antraks adalah penyakit menular akut pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis. Antraks bermakna "batubara" dalam bahasa Yunani, dan istilah ini digunakan karena kulit para korban akan berubah hitam. Antraks paling sering menyerang herbivora-herbivora liar dan yang telah dijinakkan. Penyakit Antraks bersifat zoonosis yang berarti dapat ditularkan dari hewan ke manusia atau sebaliknya, namun tidak dapat ditularkan antara sesama manusia.
Bacillus Anthracis sebagai penyebab penyakit antraks, bersifat gram positif, berbentuk batang, tidak bergerak dan membentuk spora. Bentuk vegetatifnya dapat tumbuh subur di dalam tubuh dan segera menjadi spora apabila berada di luar tubuh ketika kontak dengan udara luar. Spora ini dengan cepat akan terus menyebar melalui air hujan.
Hewan ternak dapat terinfeksi penyakit antraks apabila memakan pakan atau meminum air yang terkontaminasi spora tersebut atau jika spora mengenai bagian tubuh yang luka. Ternak penderita dapat menulari ternak yang lain melalui cairan (eksudat) yang keluar dari tubuhnya. Cairan ini kemudian mencemari tanah sekelilingnya dan dapat menjadi sumber untuk munculnya kembali wabah di masa berikutnya.
Penyakit antraks pada kambing paling banyak bersifat per akut atau akut. Pada kejadian per akut, kambing yang semula sehat mendadak jatuh, sesak nafas, gemetar, kejang lalu mati dalam waktu beberapa menit/jam akibat pendarahan di otak.
Pada kejadian akut, ditandai dengan demam yang tinggi (kira-kira 41,5 derajat celcius), gelisah, depresi, sukar bernafas, detak jantung cepat tetapi lemah, selaput lendir mulut serta mata menjadi merah tua dan akhirnya mati. Kadang-kadang juga terjadi diare berdarah dan air seninya berwarna merah atau berdarah. Pada bangkai hewan yang terkena anthrax sering terlihat adanya darah yang keluar dari lubang-lubang kumlah seperti mulut, telinga hidung, dan anus. Darah tidak membeku dan biasanya limpa membesar berwarna merah kehitaman.
Bangkai ternak yang dicurigai terjangkit virus anthrax tidak dianjurkan untuk dibuka (bedah bangkai). Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan dengan mengambil darah dari telinga dan dibuat preparat ulas.
MYESHA FATINA RACHMAN | YUDONO YANUAR
Pilihan Editor: 17 Warga Gunungkidul Suspeks Antraks, Konsumsi Daging Kambing dari Sleman