TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara Kementerian Kesehatan, Mohammad Syahril, meminta untuk kembali menerapkan protokol kesehatan serta perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dalam merespons potensi peningkatan kasus COVID-19 di Indonesia.
"COVID-19 tidak sepenuhnya hilang meski saat ini statusnya sudah endemi. Masih ada potensi munculnya varian atau subvarian baru yang berpotensi menyebabkan peningkatan kasus, bahkan kematian," kata Syahril di Jakarta, Selasa, 28 Mei 2024.
Baca juga:
Untuk mencegah penyebaran kasus, Syahril mengimbau untuk tetap menerapkan protokol kesehatan seperti cuci tangan, memakai masker bila sakit, termasuk saat berada di kerumunan. Selain itu, masyarakat juga diminta segera melengkapi vaksinasi COVID-19, khususnya pada kelompok berisiko.
“Upaya kewaspadaan dan pencegahan masih sama, yaitu segera lakukan vaksinasi COVID-19 lengkap dan penguat, terutama untuk kelompok lansia dan orang dengan penyakit penyerta,” imbaunya.
Selain itu, PHBS seperti rajin mencuci tangan dan melakukan etika batuk atau bersin masih relevan untuk mencegah penularan kasus.
"Jika merasa sakit untuk dapat segera memeriksakan diri ke fasyankes terdekat, menggunakan masker, dan hindari berkontak dengan banyak orang," sarannya.
Bagi masyarakat yang hendak bepergian ke luar daerah atau ke luar negeri, Syahril mengimbau untuk mengikuti protokol kesehatan yang diterapkan di wilayah yang dituju.
"Varian yang bersirkulasi saat ini KP.1 dan KP.2, tingkat penularan yang rendah dan tidak ada bukti menyebabkan sakit berat. Akan tetapi, kewaspadaan harus tetap kita jaga,” katanya.
Subvarian JN.1
Berdasarkan data Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID) yang dihimpun ASEAN BioDiaspora Virtual Center per 19 Mei 2024, varian COVID-19 yang bersirkulasi di kawasan negara-negara ASEAN pada 2023-2024 didominasi oleh JN.1. Data Laporan Mingguan Nasional COVID-19 Kemenkes RI periode 12-18 Mei 2024 mencatat 19 kasus konfirmasi, 44 kasus rawat ICU, dan 153 kasus rawat isolasi, tren positivity rate mingguan di angka 0,65 persen dan nol kematian, tren orang yang dites per minggu mencapai 2.474 orang.
Sementara itu, epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, mengatakan COVID-19 subvarian JN.1 beserta turunannya, KP.1 dan KP.2, memang tidak menimbulkan gejala yang lebih berat tapi memiliki kemampuan menembus perlindungan vaksinasi. Dia mengatakan dampak COVID-19 saat ini bukan lagi bersifat akut tapi bisa menimbulkan dampak kronis yang berkepanjangan seperti komplikasi pada kelompok orang berisiko.
"Itu sudah semakin baik kemampuannya, lebih cepat, mudah menginfeksi. Apalagi kalau belum vaksinasi, bisa fatal, bahkan ketika menimpa orang komorbid atau lanjut usia atau, bahkan pada anak," katanya.
Pilihan Editor: Penyebab Meningitis pada Anak Sering Sulit Didiagnosis