TEMPO.CO, Jakarta - Laman IQAir pada Jumat, 7 Juni 2024 dan terakhir diperbarui pada pukul 11.00 WIB menyatakan kualitas udara Jakarta tercatat tidak sehat bagi kelompok sensitif. IQAir mencatat kualitas udara Jakarta berada pada poin 140 dengan tingkat konsentrasi polutan PM 2,5 sebesar 51,3 mikrogram per meter kubik dan angka ini menunjukkan 10,3 kali lebih tinggi dari nilai panduan kualitas udara tahunan Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Karena itu, praktisi kesehatan dr. Ngabila Salama meminta masyarakat, terutama yang tinggal dan beraktivitas di DKI Jakarta, untuk tidak abai menjaga diri saat kualitas udara memburuk.
“PM 2,5 yang membahayakan dikhawatirkan dapat menyebabkan penyakit tidak menular dalam jangka waktu pendek (akut) dan jangka lama (kronis) secara multiorgan, bisa dari kulit, paru, sampai jantung,” kata Ngabila, Jumat, 7 Juni 2024.
Ngabila menjelaskan kualitas udara di Jakarta yang terpantau memburuk dapat berdampak buruk pada kesehatan paru-paru. Dalam jangka pendek, paru-paru berpotensi terkena serangan asma, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), eksaserbasi akut, infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), pneumonia, dan alergi. Sementara untuk jangka panjang meningkatkan potensi terkena kanker paru maupun penyakit jantung.
“Apalagi kalau orang itu perokok aktif atau pasif maka akan memperparah kondisi kesehatannya,” ujarnya.
Pakai masker yang sesuai
Sebagai bentuk proteksi diri, masyarakat disarankan tetap memakai masker jenis KN95 atau KF94 untuk menghalangi PM 2,5 dan menghindari jadi perokok aktif maupun pasif. Masyarakat perlu memastikan imunitas tetap terjaga dengan fisik dan mental yang sehat melalui pola hidup bersih sehat, CERDIK, dan CERIA setiap hari. Untuk mencegah ISPA dan pneumonia, menjaga pola hidup tetap bersih dapat dilakukan dengan memakai masker, mencuci tangan atau menggunakan penyanitasi tangan, dan menjaga jarak di kerumunan (3M).
“Jangan lupa gunakan air purifier atau hepa filter yang ada di rumah. Rajinlah dibersihkan juga alatnya, hindari aktivitas di luar ruangan jika kondisi polusi udara kurang baik,” pesannya.
Bagi kelompok rentan seperti anak dan lansia, ia meminta setiap pihak tidak malas memakai masker di luar ruangan, mengikuti vaksinasi influenza, dan melengkapi vaksin COVID-19 agar tidak memberatkan gejala yang telah ada. Meski demikian, Ngabila menilai sebenarnya kualitas udara yang buruk dapat dicegah melalui perubahan pola hidup bersama. Misalnya, dimulai dari hal kecil setiap orang dapat beralih menggunakan transportasi umum atau berjalan kaki demi meminimalisasi penyebaran asap kendaraan di jalan.
Kemudian menghemat listrik dan air, baik di rumah maupun di kantor, menggunakan kendaraan listrik atau sepeda bila mengunjungi tempat-tempat yang dekat, serta memperbanyak memelihara tanaman untuk meningkatkan kadar oksigen di sekitar. Sementara kepada pemerintah, Staf Teknis Komunikasi Transformasi Kesehatan Kementerian Kesehatan tersebut menyarankan agar secara komprehensif melakukan upaya agresif untuk menurunkan polusi udara, baik dari segi komunitas, ekonomi, dan individu, termasuk mengajak multisektor seperti industri, transportasi, dan rumah tangga untuk menerapkan perubahan pola hidup yang berkelanjutan.
Pilihan Editor: Cara Jaga Kesehatan Paru-paru yang Dianjurkan Pulmonolog