TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 6 orang nelayan tewas dalam kapal dan ditemukan di perairan Merak. 9 rekannya juga sakit dan mendapat perawatan medis. Personel Ditpolairud segera melakukan patroli dan memeriksa kapal tersebut. Kapal tangkap ikan itu kemudian dipindahkan ke KMB Pelangi di perairan Pulorida.
Tim Ditpolairud segera melakukan evakuasi. Jasad para korban dievakuasi dengan kantung mayat dan dibawa ke RS Drajat Prawira Serang. Sementara itu, sembilan orang lainnya yang dalam keadaan sakit, termasuk satu yang kritis, dievakuasi ke RS Krakatau Steel.
Penyebab kematian para nelayan tersebut masih menunggu hasil pemeriksaan visum dan autopsi. Namun, kematian enam nelayan ini diduga disebabkan oleh leptospirosis. Meskipun penyakit ini tidak banyak dikenal, leptospirosis bisa sangat berbahaya jika tidak ditangani segera. Bagaimana penyakit ini menyebar, dan langkah-langkah mencegahannya?
Apa itu Leptospirosis?
Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang dapat menular antara hewan dan manusia. Infeksi dapat terjadi melalui beberapa cara, seperti kontak langsung dengan urin atau cairan reproduksi hewan yang terinfeksi, bersentuhan dengan air atau tanah yang terkontaminasi, serta mengonsumsi makanan atau minuman yang tercemar.
Menurut Tjandra Yoga Aditama, Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, leptospirosis merupakan salah satu penyakit yang perlu diwaspadai saat musim pancaroba. Fenomena ini sering terjadi saat banjir, ketika tikus yang biasanya berada di liang tanah keluar untuk mencari tempat aman. Tikus-tikus tersebut kemudian berkeliaran di sekitar manusia, dan kotorannya bercampur dengan air banjir.
"Jika seseorang memiliki luka dan terendam dalam air banjir yang tercemar kotoran dan urin tikus yang mengandung bakteri leptospirosis, mereka berpotensi terkena infeksi dan jatuh sakit," jelas Tjandra pada 4 November 2023.
Leptospirosis umumnya lebih sering terjadi di daerah tropis dan iklim hangat dengan curah hujan tinggi setiap tahunnya. Beberapa wilayah yang memiliki risiko lebih tinggi terkena leptospirosis meliputi Oseania (Australia, Selandia Baru, dan Kepulauan Pasifik), Karibia, sebagian sub-Sahara Afrika, bagian Amerika Latin, serta Asia Selatan dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Gejala Leptospirosis
Penyakit leptospirosis memiliki sejumlah gejala khas yang muncul secara tiba-tiba. Mereka yang terinfeksi mungkin mengalami gejala seperti demam tinggi, mata merah, sakit kepala, menggigil, nyeri otot, sakit perut, mual dan muntah, diare, serta kulit atau mata yang menguning, dan ruam. Leptospirosis yang parah dapat berkembang 3-10 hari setelah gejala awal muncul, dengan gejala tambahan seperti batuk darah, nyeri dada, kesulitan bernapas, urine berdarah, penurunan frekuensi buang air kecil, dan bintik-bintik datar serta merah pada kulit.
Risiko Leptospirosis
Perawatan dapat membantu mengurangi keparahan leptospirosis, namun tanpa penanganan, penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi serius, seperti meningitis, gagal hati, kerusakan ginjal (yang dapat berlanjut menjadi gagal ginjal), masalah pernapasan, kolaps hemodinamik (syok), dan kematian janin pada wanita hamil. Dikutip dari Healthline.com, dalam beberapa kasus, leptospirosis bahkan dapat berujung pada kematian.
Meningkatkan kesadaran tentang leptospirosis, cara penyebarannya, dan langkah-langkah pencegahannya adalah kunci untuk melindungi diri dan komunitas dari ancaman penyakit mematikan ini. Tetap waspada dan selalu prioritaskan kesehatan dan keselamatan, terutama bagi mereka yang bekerja di lingkungan berisiko tinggi.
SHARISYA KUSUMA RAHMANDA | AYU CIPTA | RACHEL FARAHDIBA REGAR
Pilihan Editor: Nelayan Desa Ciwaru Sukabumi Syukuran Hasil Laut