TEMPO.CO, Jakarta - Pasal 5 ayat (1) Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 tahun 2024 menyebut sasaran pemenuhan gizi yang menjadi tugas dan fungsi Badan Gizi Nasional adalah peserta didik pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah pada pendidikan umum, pendidikan vokasi, pendidikan agama, pendidikan khusus, pendidikan layanan khusus, dan pendidikan pesantren. Kemudian, sasaran berikutnya anak di bawah 5 tahun, ibu hamil, dan ibu menyusui.
Penyuluh Keluarga Berencana Ahli Utama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Dwi Listyawardani, mengatakan program makan bergizi gratis yang diprakarsai Badan Gizi Nasional dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
“Makanan bergizi yang akan diampu oleh Badan Gizi Nasional sejatinya ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan daya belajar anak didik, termasuk ibu hamil, menyusui, dan balita,” kata Dani -- sapannya.
Menurutnya, Badan Gizi Nasional yang akan menjadi badan strategis untuk mengatasi persoalan gizi di Indonesia perlu membuat program-program strategis yang mengintervensi keluarga sehingga mampu menerapkan perilaku hidup sehat dan bersih untuk mencegah kelahiran bayi-bayi stunting baru.
“Perubahan perilaku masyarakat terkait asupan makanan bergizi sesungguhnya sudah digerakkan BKKBN dan secara perlahan setidaknya mulai muncul kesadaran di tengah keluarga akan pentingnya makanan bergizi bagi calon ibu, ibu hamil, dan bayi di bawah 2 tahun,” paparnya.
Makanan dari kebun sendiri
Ketua Bapak/Bunda Asuh Anak Stunting (BAAS) Nasional itu juga menekankan pentingnya memanfaatkan pangan lokal atau bahan makanan yang bisa dihasilkan dari kebun atau pekarangan sendiri untuk meningkatkan asupan gizi keluarga.
“Perubahan kesadaran akan pentingnya memanfaatkan pangan lokal ini terjadi menyusul adanya program dapur sehat atasi stunting (Dashat) yang lahir atas inisiasi BKKBN melalui Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang berjumlah 200.000 tim, dibantu Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) dan Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), hingga kader-kader KB,” jelasnya.
Ia menegaskan pentingnya memperhatikan asupan gizi pada bayi di usia enam bulan ke atas mengingat selama ini penanganan stunting lebih diarahkan pemerintah kepada keluarga risiko stunting (KRS) dengan sasaran bayi di bawah 2 tahun, ibu hamil, dan ibu melahirkan.
"Ketika dilahirkan, bayi tersebut bisa saja terpantau sehat. Namun, stunting bisa muncul pada bayi yang sehat itu saat usianya mulai 6 bulan ke atas. Penyebabnya asupan gizi dari makanan pendamping ASI (MPASI) yang diberikan kepada bayi tersebut tidak bagus atau tidak bergizi," katanya.
Dani juga menekankan pentingnya pemerintah menyasar calon pengantin untuk program makanan bergizi gratis. “Mengapa calon pengantin layak diintervensi juga? Karena mereka juga masuk dalam kelompok kontributor utama munculnya stunting baru jika asupan gizi tidak berimbang," ujarnya.
Dalam Perpres 83 memang belum menjangkau calon pengantin. Tetapi harapannya tetap dijangkau dan nantinya dalam implementasi program terjadi perluasan cakupan sasaran sehingga calon pengantin ikut mendapatkan intervensi.
Pilihan Editor: Imbangi Pembentukan Badan Gizi Nasional dengan Pemberantasan Stunting