TEMPO.CO, Jakarta - Penggunaan gas air mata untuk mengendalikan kerusuhan dan membubarkan kerumunan massa masih diterapkan di banyak negara, termasuk Indonesia. Berdasarkan temuan Indonesia Corruption Watch (ICW), Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) diduga mencatatkan kontrak pembelian gas air mata hingga Rp 188,9 miliar.
“Senilai Rp 188,9 miliar yang berasal dari pajak rakyat,” kata Badan Pekerja ICW Wana Alamsyah dalam keterangan tertulis, pada Jumat, 23 Agustus 2024.
Lantas, apa saja bahaya gas air mata pada tubuh?
Bahaya Gas Air Mata
Melansir Healthline, komplikasi kesehatan secara klinis yang timbul signifikan akibat gas air mata cukup jarang terjadi. Namun, masih ada perdebatan seputar dosis penggunaannya yang dapat diterima tubuh manusia.
Walaupun disebut sebagai gas, gas air mata merupakan bubuk bertekanan yang menghasilkan kabut saat digunakan, karena mengandung bahan-bahan seperti 2-chlorobenzalmalononitrile. Gas tersebut pertama kali ditemukan oleh dua ilmuwan asal Amerika Serikat pada 1928, lalu Tentara Angkatan Darat AS mulai mengadopsinya untuk mengendalikan kericuhan pada 1959.
Kontak dengan gas air mata menyebabkan iritasi pada sistem pernapasan, organ penglihatan, dan kulit. Rasa sakit terjadi karena bahan kimia yang terkandung di dalamnya berikatan dengan salah satu dari reseptor rasa sakit yang disebut sebagai TRPA1 dan TRPV1.
Tingkat keparahan gejala yang dialami setelah terpapar gas air mata bergantung pada beberapa faktor, seperti apakah korban berada di ruang terbuka atau tertutup, seberapa banyak gas air mata yang digunakan, dan jarak saat dilepaskan. Namun, kebanyakan orang pulih dari paparan gas air mata tanpa gejala yang signifikan.
Berikut beberapa bahaya potensial dari pemakaian gas air mata:
1. Gejala pada mata
Setelah terkena gas air mata, korban dapat mengalami gejala pada sistem penglihatan, seperti air mata mengalir, kelopak mata tertutup tanpa sengaja. Mata pun bisa terasa gatal, rasa terbakar, penglihatan kabur, dan kebutaan sementara. Paparan dalam jarak dekat dan jangka panjang dapat mengakibatkan pendarahan, kebutaan, kerusakan saraf, katarak, dan erosi kornea.
2. Gejala pada sistem pernapasan dan pencernaan
Sementara itu, gejala yang timbul pada sistem pernapasan, misalnya iritasi pada hidung, tenggorokan, dan paru-paru; batuk; dada sesak; serta gagal napas. Di sisi lain, gejala pada sistem pencernaan yang mungkin dapat terjadi, seperti tersedak, mual, muntah, mengeluarkan air liur, dan diare.
3. Gejala pada kulit
Selain itu, kontak gas air mata dengan kulit dapat menyebabkan iritasi, nyeri, gatal, kemerahan, melepuh, dan luka bakar kimia. Iritasi dapat semakin parah dan berlangsung selama beberapa hari, terutama jika mengenai kulit yang terbuka atau terluka.
4. Gejala pada kesehatan mental
Menurut Physicians for Human Rights, kontak dengan gas air mata secara berkepanjangan atau berulang dapat menyebabkan gejala gangguan stres pascatrauma (PTSD). Paparan gas air mata juga bisa mengakibatkan peningkatan denyut atau tekanan jantung. Pada orang dengan kondisi jantung yang sebelumnya bermasalah, kondisi tersebut dapat berujung pada serangan jantung hingga kematian.
BAGUS PRIBADI berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Angkot Terbakar saat Unjuk Rasa, Mahasiswa Bilang Akibat Percikan Api Gas Air Mata