TEMPO.CO, Jakarta - Tren memelihara reptil semakin berkembang seiring dengan mudahnya akses informasi mengenai berbagai jenis reptil eksotis dan unik, serta cara perawatannya. Komunitas pecinta reptil pun semakin berkembang, dengan banyak anggota yang saling bertukar informasi mengenai koleksi mereka dan bahkan melakukan pertukaran koleksi. Jenis reptil ekstrim yang paling banyak diminati antara lain ular, iguana, dan biawak. Sementara jenis reptil jinak dan lucu antara lain gecko, kura-kura, dan kodok. Semakin unik jenis, warna, hingga bentuk reptil, semakin tinggi pula harganya.
Pendiri dan Direktur Repjak Fakhri Auzan menjelaskan bahwa dirinya telah menjalankan bisnis jual beli reptil sejak 2012. "Tiap bulannya, Repjak dapat menjual sampai dengan 300 ekor Gecko, belum termasuk kodok dan kura-kura air," katanya pada konferensi pers pada 23 Oktober 2024.
Dalam menjual hewan, Repjak menjual secara online dan offline dengan membuka booth di berbagai pameran hewan di daerah Jabodetabek, Bandung, Yogjakarta dan Surabaya. Sobat Repjak, sebutan dari pengikut Repjak, berasal dari seluruh wilayah Indonesia hingga ekspor ke negara Filipina dan Korea Selatan. Menurut Fakhri, berbisnis jual beli reptil dapat dimulai dari skala kecil atau rumahan hingga skala peternakan dengan omset per bulan sampai ratusan juta Rupiah.
Selain bisnis jual beli, Fakhri mengatakan bisnis penyedia kebutuhan reptil seperti aksesoris dan peralatan habitat, pakan dan suplemen; serta jasa penitipan, perawatan dan pelatihan reptil juga turut berkembang seiring dengan pertumbuhan hobi ini. Bisnis penyelenggaraan pameran reptil, dan menjadi kreator konten yang membahas perawatan reptil, tips pembiakan, dan pengetahuan umum tentang reptil juga bisa menjadi sumber pendapatan.
Dalam menjalankan bisnis reptil ini, Fakhri mengingatkan agar pemilik bisnis memahami betul aturan perizinan terutama reptil langka dan dilindungi, serta aturan ekspor dan impor agar tidak menjadi masalah di kemudian hari. “Indonesia memiliki aturan ketat terkait perlindungan spesies reptil yang dilindungi," katanya.
Ada izin khusus yang perlu diurus ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bila ingin memperdagangkan reptil langka atau spesies yang dilindungi, serta memastikan reptil tersebut bukan bagian dari spesies yang dilindungi oleh undang-undang konservasi. Jika berencana melakukan ekspor atau impor reptil, ada perizinan tambahan, terutama karena beberapa spesies reptil tercakup dalam CITES (Convention on International Trade in Endangered Species).
Dokumen yang diperlukan termasuk izin ekspor-impor dari KLHK, serta sertifikasi kesehatan untuk memastikan reptil bebas dari penyakit yang dapat menyebar ke ekosistem baru,” jelas Fakhri. “Pastikan reptil dipelihara dalam kondisi yang sesuai dengan standar kesejahteraan hewan agar kesehatan dan kualitas hewan reptil kita dalam kondisi prima,” katanya.
Pilihan Editor: Pakar ITB Teliti Kepunahan Reptil dengan Tim Ilmuwan Dunia