TEMPO.CO, Jakarta - Psikolog klinis Ratih Ibrahim menjelaskan faktor pemicu munculnya fenomena Efek Lipstik ketika orang menghabiskan uang untuk kesenangan kecil seperti belanja lipstik premium meski kondisi ekonomi sedang turun dan mereka hanya punya sedikit uang. Lulusan Universitas Indonesia itu mengatakan munculnya fenomena Efek Lipstik dipengaruhi faktor ekonomi, emosional, dan sosial budaya.
"Tiga aspek tadi saling berkaitan. Justru karena merasa, 'Aduh kok susah banget hidup ya. Mumpung masih ada duit seneng-senengin diri gue,' biar dipuji saja, itu possible," kata Ratih.
Menurutnya, belanja barang mewah dengan harga yang lebih terjangkau atau saat diskon juga termasuk kategori pembelian emosional. Pada masa sekarang, keputusan untuk membeli barang mewah kecil dalam kondisi sulit antara lain dipengaruhi konten para pemengaruh yang memperlihatkan gaya hidup mewah, bahkan ketika keadaan ekonomi sedang tidak baik.
Menolak realitas hidup
Direktur Personal Growth itu juga mengatakan memenuhi hasrat membeli barang mewah bisa jadi merupakan manifestasi dari penolakan terhadap realitas kehidupan.
"Bukan hanya in denial (dalam penolakan). Dalam in denial-nya itu dia membangun illusion of control (ilusi kendali) bahwa 'Saya punya kendali terhadap hidup saya'," jelasnya. "Tapi itu ilusi. Artinya, realitanya sebetulnya enggak tapi dia lagi bohongi dirinya saja. Ini bagian dari in denial."
Ratih mengatakan kondisi yang demikian lama-lama dikhawatirkan dapat menimbulkan masalah kesehatan mental. "Karena ini pelarian, in denial terhadap kondisi realitanya, berpengaruh pada kesehatan mental karena begitu kamu lari, ketika harus berhadapan sama realita, itu realitanya memukul dirimu sangat buruk, susah," paparnya.
Karena itu, penting untuk segera menyadari kebiasaan membeli barang-barang yang sebenarnya tidak terlalu perlu serta berusaha menghentikannya. Untuk menahan hasrat membeli barang demi pelarian serta menghindari perilaku konsumtif yang dapat menjerumuskan diri ke jebakan utang, Ratih mengatakan sebaiknya menetapkan kebijakan anggaran belanja ketat dan hindari melihat-lihat aplikasi belanja.
Pilihan Editor: Bahaya Doom Spending dan Cara Mengatasinya Menurut Psikolog