TEMPO Interaktif, Jakarta - Rani, 7 tahun, sebentar memegangi tangan ibunya erat-erat. Namun tak lama kemudian dia melepaskan pegangan tangannya dan tersenyum senang. Sudah tiga hari dia dirawat di rumah sakit dan mesti mempersiapkan diri untuk menjalani operasi amandel. Awalnya, siswi kelas II Sekolah Dasar Al-Azhar Rawamangun ini was-was. Namun kehadiran sang ibu di sampingnya, yang dengan sabar menemani dan menjelaskan proses operasi yang akan dilakukan dua hari lagi, membuat Rani lega
"Padahal saya sudah berulang kali menjelaskan jangan takut operasi, sayang! Saya katakan operasi amandel tidak membuatnya sakit, justru setelah operasi akan lebih baik. Syukurlah Rani mengerti. Dia bisa terlihat santai," ujar Nurli, ibu Rani.
Baca Juga:
Lain lagi dengan Farhat, 10 tahun, yang tinggal di Sawangan. Ceritanya, Farhat ngotot minta disunat. Kedua orang tuanya menemani Farhat ke dokter untuk disunat. Tapi apa yang terjadi? Menurut Lenny, ibunda Farhat, anaknya shocked bukan main. "Burung" (alat vital) Farhat langsung mengecil dan tidak bereaksi apa-apa.
"Pokoknya sangat mengkhawatirkan. Rupanya, ketika menunggu giliran, Farhat mendengar cerita bahwa disunat itu mengerikan, harus dibedah, dan sebagainya. Mendengar hal ini, nyalinya ciut, mengganggu psikologi mentalnya tak mau disunat," tutur Lenny, yang kemudian memutuskan membawa anaknya ke Rumah Sunat. Di tempat ini anaknya ditangani dengan baik. Farhat diberi waktu 1-2 jam untuk bermain.
"Kata dokter, pada proses tenang begini (saat bermain), mentalnya menjadi lebih baik, tenang, dan yakin. Dan syukurlah Farhat disunat dengan tenang. Dia bahkan tertawa-tawa, tidak lagi ketakutan dan shocked," ujar Lenny, lega.
Peristiwa Rani dan Farhat, menurut psikolog Retno Pudjiati, sering terjadi pada anak-anak. Secara psikologi mereka langsung ketakutan, was-was, terkejut, dan merasa ngeri ketika mengetahui dirinya akan dioperasi. "Mereka melihat operasi atau pembedahan yang dilakukan di rumah sakit sebagai sesuatu yang menakutkan."
Menurut Retno, perasaan-perasaan tersebut akan menjadi lebih besar apabila mereka punya pengalaman mendapati anggota keluarganya, yaitu orang dewasa, yang pernah dioperasi justru masuk ruang ICU atau meninggal. "Hal ini menjadi ketakutan yang tertanam di benak mereka dan menjadi trauma hebat."
Karena itu, Retno mengingatkan, ketika anak sakit dan harus dioperasi, kedua orang tuanya, terutama si ibu, harus selalu berada di samping untuk menemaninya. Bila si buah hati masih bisa berkomunikasi seperti pada kasus Rani dan Farhat, sebaiknya dijelaskan kepada mereka apa itu tindakan operasi. "Dengan bahasa yang dimengerti mereka. Misalnya, kalimat, 'Jangan takut operasi, sayang!' atau 'Operasi ini akan baik-baik saja.' Pokoknya, ciptakan suasana si kecil bisa memahami dengan baik, bahkan siap menjalani proses ini. Jadi penjelasannya tidak bersifat menakut-nakuti."
Sementara itu, psikolog Anna Surti Ariani berpendapat, seorang anak yang akan dioperasi harus ditemani dan diberi dukungan penuh dari orang tua serta keluarga. Peran kehadiran sang ibu sangat penting, yang selalu ada di sampingnya, untuk memberi penjelasan, menenangkan, dan memberikan rasa nyaman sehingga siap menjalani proses ini.
Psikolog alumnus Universitas Indonesia ini mengatakan sebaiknya ada juga peran yang dilakukan para dokter di rumah sakit setempat. Dokter dan suster bekerja sama dengan keluarga bisa memberi dukungan berupa kata-kata indah yang dimengerti mereka. "Hal yang seperti ini justru akan menimbulkan rasa tenang, nyaman, dan membangkitkan nyali mereka untuk siap operasi."
Menurut Anna, memang ada dilema tersendiri pada anak-anak yang punya pengalaman mendapati anggota keluarganya yang dewasa pernah dioperasi tapi tidak sembuh, dan justru masuk ICU atau meninggal. "Mereka harus dikuatkan dan dijelaskan bahwa operasi di rumah sakit seperti halnya obat untuk penyembuhan penyakit." Anna mengingatkan, para orang tua dan dokter harus pintar meyakinkan sisi kejiwaan si kecil. "Misalnya dengan menceritakan tahapan setelah operasi justru ada saat-saat nikmat dan indah. Seperti operasi amandel pasca-pembedahan, mereka boleh puas mencicipi es krim," ujarnya. |
HADRIANI P