TEMPO.CO, Jakarta - Dagu manusia adalah sesuatu yang masih dianggap sebagai misteri bagi para ilmuwan. Apakah kita berkesimpulan dagu hanya sebagai struktur yang tidak berguna di bagian bawah wajah kita?
Sebuah teori, Smithsonian laporkan pada 2012 menyebutkan bahwa dagu bermanfaat dalam mendukung aktivitas mengunyah. Tetapi penelitian baru dari Universitas Iowa menolak gagasan itu. Para peneliti tersebut melakukan penelitian pada sekitar 40 objek sejak saat mereka berusia 3 tahun hingga dewasa.
Ditemukan, menurut laporan itu, mereka yang mengalami rahang paling sering digunakan mengunyah atau mencabik sesuatu justru memiliki dagu yang kecil. Sehingga tidak dibenarkan jika dagu membantu seorang mengunyah dan menghancurkan makanan.
Jadi, jika bukan karena tekanan yang ditimbulkan pada dagu, bagaimana kita menjelaskan fungsi dagu kita?
Para peneliti menunjukkan dagu benar-benar bisa mempengaruhi bentuk wajah kita yang terus berubah menjadi semakin kecil selama kita berevolusi.
"Neanderthal tidak memiliki dagu, tetapi mereka memiliki kepala yang lebih besar dari yang kita (manusia) miliki," tulis laporan. "Sementara kepala kita menyusut dari waktu ke waktu, sebagai akibat dari kadar testosteron pria yang semakin menurun, dagu mungkin akan tetap sebagai sisa dari bagian wajah yang tidak berubah," tulis laporan tersebut.
Sementara itu peneliti lain juga telah menjadikan hormon keintiman sebagai titik acuan dalam menjelaskan dagu.
Dalam catatan mereka atas teori Smithsonian yang disebutkan sebelumnya dijelaskan jika wanita dapat tertarik ke laki-laki dengan dagu yang lebih besar karena sinyal gen yang baik (produksi tetosteron yang tinggi). Sedangkan dagu kecil pada wanita dapat terkait dengan estrogen yang lebih tinggi, yang membuat mereka lebih menarik dengan memilikinya.
Belum ada jawaban yang pasti tentang itu, tapi yang kita tahu saat ini dagu telah membantu kita saat mengunyah makanan.
MECHOS DE LAROCHA | FOCNEWS.COM