Menurut Alie, tema ini dilatarbelakangi oleh ruang bawah tanah dengan kandungan yang ada di dalamnya, yaitu tanah, hewan-hewan tanah, dan kandungan logam yang ada di dalam tanah. “Makanya lahir warna-warna seperti hitam, abu-abu, dan emas,” ucapnya. Bukan hanya warna, struktur kainnya pun disesuaikan dengan struktur bebatuan, kulit ular, dan hewan melata lainnya. Ada 15 baju wanita dan lima baju pria.
Untuk hijab, koleksi ini memilih penutup kepala seperti topi namun unik dan cukup menonjol. Hijabnya dijahit tangan berbahan potongan-potongan kain taffeta, jaguar, dan sutra. Dalamannya memakai “ninja” biasa namun dibuat sendiri oleh Adhy & Alie.
Kemudian Mardiana, dengan label Diyana, memamerkan baju bodo yang menggunakan beberapa warna dalam satu baju. Gaun ini juga menggunakan payet, sehingga tampak berbeda dengan baju bodo yang biasanya polos.
Parade ini ditutup oleh rancangan Mahdalia Makkulau berjudul Tomala’bina, yang berarti keanggunan. Gaun ini bahan sarung tenun Mandar untuk bagian bawahan roknya. “Sarung ini adalah kain tenunan tertua di Indonesia,” kata Mahdalia. Perempuan asal Polmas ini selalu menggunakan sutra Mandar dalam rancangannya.
REZKI ALVIONITASARI