TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komite Mata Nasional, Andy Flores Noya mengatakan kebutaan bukanlah urusan pibadi, tetapi masalah yang menyangkut lingkungan. Ketika seseorang mengalami katarak, maka secara otomatis tingkat produktifitasnya akan menurun. Terlebih lagi ketika ia berstatus sebagai kepala rumah tangga yang mengakibatkan terancamnya perekonomian keluarga.
"Kalau akumulasi persoalan ini terus-menerus dibiarkan, yang terjadi nantinya bangsa ini tidak akan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain karena tingkat produktivitas negara lain yang besar sedangkan kita rendah sekali," ungkapnya saat jumpa pers Sabtu, 10 Oktober 2015, di JEC, Kedoya, Jakarta Barat.
Baca Juga:
Andy mengatakan, sebagai negara berkembang, Indonesia seharusnya sudah bisa mengatasi persoalan kebutaan. Namun, kenyataannya angka kebutaan di Indonesia paling tinggi di Asia Tenggara. "Yang terjadi di negara kita sama dengan negara-negara miskin yaitu kita berada di tingkat kedua setelah Ethiopia," ungkapnya .
Karena itu, sudah saatnya pemerintah memperhatikan katarak, penyakit yang umumnya diderita oleh orang tua itu. "Kita tidak tahu ada bencana besar yang mengancam karena selama ini kita abaikan," ungkapnya. "Dan keabaian itu sudah berlangsung tujuh tahun lamanya," tambah Andy.
Ia juga mengimbau agar lembaga-lembaga atau organisasi tidak bekerja sendiri-sendiri, tetapi saling bekerja sama untuk bersama-sama mewujudkan visi pemerintah yakni 2020 bebas katarak. "Ini bukan masalah satu organisasi atau satu lembaga, tapi ini adalah masalah kita semua sehingga kita harus bekerja sama," kata Andi.
DINI TEJA