TEMPO.CO , Jakarta - Batara Imanuel Sirait, spesialis kandungan dan kebidanan di MRCCC Siloam Semanggi, mengatakan infertilitas atau gangguan kesuburan bisa terjadi pada siapa saja, terutama pada pasien kanker usia produktif yang telah menjalani kemoterapi ataupun radiasi. Maka, kecil kemungkinan pasien kanker yang telah menjalani kemoterapi memiliki keturunan. Namun, ia melanjutkan, hal ini bisa diatasi dengan cara melakukan fertility preservation, Jumat, 13 November 2015.
Fertility preservation merupakan program penyimpanan sel telur bagi pasien kanker yang harus menjalani kemoterapi maupun radiasi. "Ketika kemoterapi sudah dilakukan, sel telur atau sel reproduksi akan rusak sehingga mereka akan sulit mendapatkan keturunan," tutur dia.
Program ini tidak hanya berlaku untuk wanita, tapi juga untuk pria dan pasangan suami istri. "Akan lebih mudah lagi ketika sudah berkeluarga. Kita bisa lakukan pengambilan sel telur dan sel sperma suami kemudian dipertemukan dalam bayi tabung hingga menjadi embrio. Embrio inilah yang nantinya disimpan," ujar dokter yang menamatkan pendidikan master di Universitas Sumatera Utara ini. Ia juga mengatakan tingkat keberhasilan penyimpanan embrio lebih besar daripada sel telur atau sel sperma saja.
Sayangnya, menurut dia, belum banyak pasien kanker usia produktif yang tahu akan hal ini. "Pasien kanker tidak pernah datang ke dokter kandungan. Dia akan langsung mendatangi dokter kanker," ucap Batara. Ia menduga, selama ini dokter kanker mungkin berfokus pada penyakit kanker yang diperiksanya saja.
"Semestinya kalau ingin menangani secara holistik atau menyeluruh, ketika ada pasien kanker usia produktif, sebaiknya juga ditawarkan fertility preservation," ucapnya. Ditambah lagi, angka keberhasilan penyembuhan kanker dan angka harapan hidup yang meningkat membuat program ini sangat baik dijalankan untuk pasien kanker di usia produktif. "Karena di saat mereka ingin memiliki anak, mereka sudah punya ‘bibit’-nya," ujar dia.
Sebetulnya, program ini telah ada di negara-negara maju, contohnya Singapura. Di Indonesia, program ini masih dalam tahap sosialisasi. "Kami masih dalam tahap meyakinkan pasien dan menginformasikan bahwa mereka punya opsi," ucap dia.
DINI TEJA