Kenapa Produk Organik Banyak Dipilih?  

Reporter

Senin, 3 Februari 2014 13:28 WIB

Vokalis grup musik Padi Andi Fadly Arifuddin atau Fadly Padi di pekarangan rumahnya. TEMPO/Dian Triyuli Handoko


Gaya hidup organik jadi pilihan Andi Fadly Arifuddin, vokalis grup band Padi. Pria kelahiran Makassar 38 tahun lalu ini memilih jalan itu karena mimpi masa kecilnya untuk menjadi petani.

Sejak tiga tahun lalu, Fadly mulai membuat kebun organik seluas 110 meter persegi di kediamannya di Pondok Cabe, Tangerang Selatan. “Saya ingin mengajarkan anak-anak saya untuk dekat dengan gaya hidup berkebun,” ujarnya pada Kamis sore lalu.

Kebun itu ia namakan kebun eksperimen. Alasannya, kata dia, di kebunnya ada berbagai contoh teknik pertanian organik, seperti vertikultur, budidaya pertanian dengan sistem pot bertingkat; akuaponik, yang mengawinkan akuakultur dengan hidroponik; dan garden tower, vertikultur yang dimodifikasi dengan drum plastik.

<!--more-->

Di kebun itu Fadly menanam sayuran, seperti selada, sawi, tomat, cabai, basil, dan kemangi; serta tumbuhan rempah dan obat, seperti serai, lengkuas, sirih merah, binahong, temulawak, dan pegagan. Dia juga memelihara 50 ekor ayam kampung dan lebih dari seribu ekor ikan nila, bawal, serta gurami di kolam berukuran 1,5 x 10 meter.

Tidak saban hari Fadly dan keluarga mengkonsumsi pangan organik. Kebun itu mereka panen sekali sepekan dan hasilnya pun tak banyak karena lahannya yang terbatas. Fadly tak mempermasalahkan hal itu. Yang penting, ia sejak dini bisa mengajarkan gaya hidup sehat kepada keluarganya. Syukur-syukur jika orang di sekelilingnya terpengaruh untuk meniru. “Kalau hasil panen sayuran yang ada kebetulan banyak, kadang kami bagi-bagi juga ke sahabat sebagai hadiah,” ujar ayah dari Bilal, Aidan, Fathimah, dan Hasan itu.

Pasangan Soeparwan Soeleman, 55 tahun, dan Donor Rahayu, 53 tahun, juga membuat kebun organik di rumahnya di Jalan Cilandak Nomor 5, Bandung. Kebun di depan rumah itu disesaki puluhan tanaman dalam pot kecil hingga rosemary dan jeruk. Begitu pula kebun di halaman belakang dan lantai atas rumah dua tingkat itu, penuh dengan beragam sayur dan buah. Luas total kebun mereka mencapai 200 meter persegi. "Saya bikin kebun sayur di rumah supaya lebih gampang mengambil hasilnya untuk dimakan," kata Soeparwan pada Selasa lalu.

Sejak 2009 suami-istri lulusan ITB dari Jurusan Teknik Elektronika dan Biologi itu banting setir menjadi pengusaha pertanian organik. Mereka menggarap kebun seluas 3.500 meter persegi di daerah Parongpong, Kabupaten Bandung Barat.
Mereka membangun usaha Fam Organic Home dan membuka toko di rumahnya. Toko itu menjual macam-macam barang yang terkait dengan pertanian organik, dari buku, cenderamata berupa tanaman kecil; beragam benih sayuran, bunga, dan buah; pupuk, hingga peralatan bercocok tanam.

Pasangan yang dijuluki “green couple” oleh komunitas pangan organik itu juga ingin hidup lebih sehat dengan mengkonsumsi makanan organik. Mereka memilih untuk menanamnya sendiri setelah belajar secara otodidaktik dari berbagai jurnal dan riset penelitian di luar negeri. "Di sini susah mencari bahannya. Di sekolah dan kampus pun belum ada mata kuliah tanaman organik," ujar Soeparwan, yang pensiun dini dari IBM untuk mengurusi kebunnya.

Untuk konsumsi sehari-hari, mereka sebetulnya lebih percaya kepada sayuran dari kebun sendiri, karena tahu persis prosesnya memenuhi standar pertanian organik. Tapi, karena tanaman organik masih terbatas jenisnya, mereka masih mengkonsumsi makanan non-organik. "Paling tidak bahannya kami masak sendiri dan jajan sudah jauh berkurang," katanya.

<!-more-->

Bisnis utama mereka adalah mengelola kebun di Parongpong yang dibantu seorang pegawai Dinas Pertanian Bandung yang tertarik menerapkan pertanian organik dan empat karyawan. Pedagang sayuran organik juga telah mengajak mereka bekerja sama. Walaupun begitu, selama enam bulan pertama mereka mengalami cobaan cukup berat. Menanam sayur tanpa pestisida membuat hama merebak dan menyerang tanaman mereka.

Mereka lalu belajar mengendalikan hama tanpa harus membunuhnya, seperti melakukan rotasi tanaman untuk memotong siklus hidup hama, mengatur letak jenis berbagai jenis tanaman agar hama bingung mencari tanaman kesukaannya, dan memakai tanaman pengalih, seperti tumbuhan bunga berwarna cerah. "Cara-cara tersebut mulai stabil hasilnya di tahun ketiga," kata Soeparwan. Hasil kebun itu kini dipasarkan di sejumlah pasar swalayan di Bandung.

Berita terkait

Dua Kubu Masyarakat Dalam Budaya Olahraga, yang Malas dan Ekstrem

1 hari lalu

Dua Kubu Masyarakat Dalam Budaya Olahraga, yang Malas dan Ekstrem

Banyak pula orang yang baru mulai olahraga setelah divonis mengalami penyakit tertentu.

Baca Selengkapnya

Rutin Aktivitas Olahraga, Apa Saja Manfaatnya?

5 hari lalu

Rutin Aktivitas Olahraga, Apa Saja Manfaatnya?

Olahraga bukan hanya tentang membentuk tubuh atau memperkuat otot

Baca Selengkapnya

Jokowi: Daerah Kepulauan Indonesia Kekurangan Dokter Spesialis

12 hari lalu

Jokowi: Daerah Kepulauan Indonesia Kekurangan Dokter Spesialis

Jokowi mengatakan kemampuan produksi dokter spesialis Indonesia hanya 2.700 per tahun.

Baca Selengkapnya

Mengapa Bayi Harus Diimunisasi?

14 hari lalu

Mengapa Bayi Harus Diimunisasi?

Bayi harus menjalani imunisasi karena beberapa alasan tertentu yang akan dibahas dalam artikel ini.

Baca Selengkapnya

6 Bahaya Bayi yang Tidak Diimunisasi

14 hari lalu

6 Bahaya Bayi yang Tidak Diimunisasi

Bayi penting untuk melakukan imunisasi secara rutin agar terhindar dari bahaya kesehatan mendatang. Lantas, apa saja bahaya bagi bayi yang tidak melakukan imunisasi?

Baca Selengkapnya

Konimex dan Indordesa Luncurkan Produk Baru Makanan Nutrisi FontLife One, Bidik Pasar Dewasa Muda

21 hari lalu

Konimex dan Indordesa Luncurkan Produk Baru Makanan Nutrisi FontLife One, Bidik Pasar Dewasa Muda

PT Indordesa-- anak perusahaan PT Konimex, meluncurkan produk makanan nutrisi dan perawatan kesehatan, FontLife One, di Kota Solo, Jawa Tengah.

Baca Selengkapnya

Aliansi Kecam Kehadiran Industri Plastik dan Kimia dalam Delegasi Indonesia untuk Negosiasi Perjanjian Plastik

23 hari lalu

Aliansi Kecam Kehadiran Industri Plastik dan Kimia dalam Delegasi Indonesia untuk Negosiasi Perjanjian Plastik

Kehadiran itu membahayakan tujuan perjanjian, yaitu mengatur keseluruhan daur hidup plastik untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan.

Baca Selengkapnya

Sejak 2021, Jokowi 6 Kali Sampaikan Keresahan WNI Pilih Berobat ke Luar Negeri

23 hari lalu

Sejak 2021, Jokowi 6 Kali Sampaikan Keresahan WNI Pilih Berobat ke Luar Negeri

Presiden Joko Widodo atau Jokowi acap menyampaikan keresahannya soal warga negara Indonesia yang berbondong-bondong berobat ke negara lain, alih-alih dalam negeri.

Baca Selengkapnya

5 Penyebab Sulit Tidur pada Penderita Diabetes

24 hari lalu

5 Penyebab Sulit Tidur pada Penderita Diabetes

Ternyata lima masalah ini menjadi penyebab penderita diabetes sulit tidur.

Baca Selengkapnya

Penelitian Ungkap Pelet Plastik Daur Ulang dari Indonesia Mengandung 30 Bahan Kimia Beracun dengan Konsentrasi Tinggi

24 hari lalu

Penelitian Ungkap Pelet Plastik Daur Ulang dari Indonesia Mengandung 30 Bahan Kimia Beracun dengan Konsentrasi Tinggi

Proyek penelitian di 13 negara ini bertujuan meningkatkan kesadaran global tentang bahan kimia berbahaya dalam plastik daur ulang

Baca Selengkapnya