Kenapa Uji Klinis Penting dalam Sebuah Terapi? Begini Jawabnya

Reporter

Tempo.co

Editor

Susandijani

Minggu, 8 April 2018 14:22 WIB

Ilustrasi peneliti di laboratorium. Shutterstock

TEMPO.CO, Jakarta - Heboh Dokter Terawan beberapa hari terakhir ini, mengingatkan kita pada pentingnya basis bukti ilmiah atau Evidence Based Medicine atau EBM (termasuk di dalamnya uji klinis), dalam semua terapi standar medis, baik itu berupa obat atau terapi baru.

Seperti disebutkan pengamat kesehatan masyarakat dr Inez Nimpuno MPS, MA., semua terapi standar medis, berupa obat atau cara terapi baru harus lolos proses panjang uji ilmiah. Sehingga praktek dari terapi baru tersebut dijalankan dengan basis bukti ilmiah atau EBM tadi.

Tak ada pengecualian, juga termasuk terapi cell cure yang beberapa waktu lalu pernah heboh. “Ya cell cure juga perlu secara hati-hati direview dalam koridor yang sama, yaitu tuntaskan uji ilmiah dulu baru berikan pada pasien,” ujar Inez pada TEMPO.CO, Minggu 8 April 2018.

Metode cell cure (atau terapi sel) adalah metode menyembuhkan penyakit dengan cara menggunakan sel imun dari badan pasien sendiri. Salah satu cara terapi sel, yang digunakan untuk mengobati kanker, menggunakan sel imun yang disebut sel dendritic. Terapi dengan sel ini termasuk golongan immunoterapi, bidang terapi yang menjadi harapan masa depan,

Disebutkan sosok yang juga dikenal sebagai penggiat gerakan penyadaran tentang layanan kanker di Indonesia, ini bahwa pada saat diumumkan untuk di ‘perjual beli’kan sebagai terapi standar medis, harus ada keterangan yang jelas ‘produk’ apa saja yang ‘dijual’ dan apakah produk tersebut sudah mempunyai dasar EBM. EBM adalah hasil dari sebuah proses panjang uji ilmiah yang secara sederhananya bisa di golongkan menjadi dua tahap: tahap uji di laboratorium dan tahap uji pada manusia (uji klinis).

Baca juga: Hobi Koleksi 'Do Not Disturb' dari Hotel Dunia, Ini Hasilnya

“Demi kepentingan pasien, pihak penyelenggara pelayanan kesehatan yang memasarkan terapi baru tersebut, harus menyediakan semua info yang diperlukan pasien. Misalnya berupa laporan penelitian atau berita ilmiah yang memperlihatkan terapi baru sudah lolos uji klinis dan terregistrasi oleh lembaga negara yang mempunyai kewenangan untuk mengesahkan terapi baru tersebut.,” ujar Inez panjang lebar. Contohnya, tambah Inez, adalah Kymriah dan Provenge yang telah disahkan oleh Badan Pengawas Obat dan makanan Amerika Serikat atau Food and Drug Administration (FDA).

Inez yang dihubungi TEMPO.CO melalui surat elektronik beberapa waktu lalu, juga menyebutkan bahwa sebelum sebuah terapi baru bisa masuk ke tahap uji klnis, harus lulus dulu proses panjang lolos uji etika. “Ini demi perlindungan terhadap kedua belah pihak: pengembang dan pasien,” katanya.

Uji klinis melibatkan manusia (pasien) sebagai obyek uji coba ilmiah. Karena itu, etikanya, pasien perserta uji kllinis tidak boleh dikenakan biaya karena semua biaya aturannya sudah termasuk dalam biaya uji ilmiah tersebut. Bahkan, proses perlindungan pasien melalui tahapan uji ilmiah ini bisa berlangsung sampai sesudah uji klinis sudah terlewati, yaitu pada waktu sebuah obat atau terapi baru dipasarkan.

Contohnya kata Inez adalah Kymriah. FDA mensyaratkan Novartis, pihak perusahaan farmasi yang memasarkan Kymriah, harus menjalankan pengawasan ketat dan pencatatan efek samping atas pemakaian Kymriah sebagai standar terapi yang baru saja mulai dipasarkan. Baca: Dahsyatnya Musik Tak Cuma Bikin Goyang, Cek Risetnya

Pada tahap pemasaran, wajar kalau jumlah pasien yang menggunakan terapi baru bisa lebih besar dibandingkan dengan jumlah pasien pada waktu terapi baru tersebut di uji klinis kan. Sehingga, penemuan kasus dengan efek samping dari terapi menjadi lebih tinggi kemungkinannya karena jumlah sample (pasien) yang lebih besar. "Persyaratan ini menambah satu lapis lagi perlindungan pihak yang berwenang terhadap masyarakat. Adanya bukti yang tercatat secara terstruktur, artinya adalah ‘adanya rujukan ilmiah’ demi penyelengaraan terapi selanjutnya, adalah salah satu kunci praktek ber-EBM," ujarnya.

Bagaimana dengan perijinan penyelenggaraan terapi baru? Betul bahwa dua contoh ‘produk’ terapi sel untuk terapi kanker tertentu (Kymriah dan Provenge) sudah disahkan FDA. Tetapi, misalnya kalau dua produk ini akan di pasarkan di Indonesia, maka perlu kesiapan sistem di Indonesia untuk ‘mengawal’ penyelenggaraan terapi baru tersebut demi berjalannya pelayanan kesehatan yang ber fokus pada pasien (patient centered care).

"Peran negara disini sangat penting untuk menyediakan kerangka peraturan (regulatory framework) dalam rangka perlindungan hak hak warga negaranya," ujar Inez. Contoh yang sudah ada adalah dasar hukum untuk penyelenggaraan terapi dengan sel punca (stem cell) yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 833/Menkes/PER/IX/2009.

Baca juga: Fakta Kanker Paru, Betulkah Dia Si Misterius yang Baik Hati?

Perlu adanya sebuah peraturan pemerintah yang baru, yang bisa dijadikan dasar hukum penyelenggaraan cell cure di Indonesia. "Karena jenis terapi sel itu banyak, maka ada kemungkinan satu peraturan saja tidak cukup untuk meng-cover semua terapi sel," katanya.

Advertising
Advertising

Berita terkait

Mengapa Bayi Harus Diimunisasi?

1 hari lalu

Mengapa Bayi Harus Diimunisasi?

Bayi harus menjalani imunisasi karena beberapa alasan tertentu yang akan dibahas dalam artikel ini.

Baca Selengkapnya

10.000 Warga Palestina Hilang di Gaza, 210 Hari Sejak Serangan Israel Dimulai

1 hari lalu

10.000 Warga Palestina Hilang di Gaza, 210 Hari Sejak Serangan Israel Dimulai

Sejauh ini, 30 anak telah meninggal karena kelaparan dan kehausan di Gaza akibat blokade total bantuan kemanusiaan oleh Israel

Baca Selengkapnya

6 Bahaya Bayi yang Tidak Diimunisasi

1 hari lalu

6 Bahaya Bayi yang Tidak Diimunisasi

Bayi penting untuk melakukan imunisasi secara rutin agar terhindar dari bahaya kesehatan mendatang. Lantas, apa saja bahaya bagi bayi yang tidak melakukan imunisasi?

Baca Selengkapnya

Pasien Kanker Minim Pengetahuan Akibat Waktu Konsultasi Terbatas

3 hari lalu

Pasien Kanker Minim Pengetahuan Akibat Waktu Konsultasi Terbatas

Waktu konsultasi yang terbatas menyebabkan pasien kanker sering merasa bingung untuk memahami betul penyakitnya.

Baca Selengkapnya

Imigran Laos Pengidap Kanker Menangi Lotere Jackpot AS Sebesar Rp21 Triliun

5 hari lalu

Imigran Laos Pengidap Kanker Menangi Lotere Jackpot AS Sebesar Rp21 Triliun

Pemenang lotere jackpot bersejarah Powerball Amerika Serikat senilai lebih dari Rp21 triliun adalah seorang imigran dari Laos pengidap kanker

Baca Selengkapnya

Cara Mengendalikan Nyeri pada Pasien Kanker Menurut Dokter

6 hari lalu

Cara Mengendalikan Nyeri pada Pasien Kanker Menurut Dokter

Dokter menjelaskan cara mengendalikan nyeri pada pasien kanker. Berikut yang perlu dilakukan.

Baca Selengkapnya

Raja Charles III Siap Kembali Bertugas

8 hari lalu

Raja Charles III Siap Kembali Bertugas

Raja Charles III sudah mendapat izin dari tim dokter untuk kembali bertugas setelah menjalani pengobatan kanker.

Baca Selengkapnya

Konimex dan Indordesa Luncurkan Produk Baru Makanan Nutrisi FontLife One, Bidik Pasar Dewasa Muda

9 hari lalu

Konimex dan Indordesa Luncurkan Produk Baru Makanan Nutrisi FontLife One, Bidik Pasar Dewasa Muda

PT Indordesa-- anak perusahaan PT Konimex, meluncurkan produk makanan nutrisi dan perawatan kesehatan, FontLife One, di Kota Solo, Jawa Tengah.

Baca Selengkapnya

Mengenal terapi Chiropractic, Apakah Pijat Kretek Aman Dilakukan?

9 hari lalu

Mengenal terapi Chiropractic, Apakah Pijat Kretek Aman Dilakukan?

Chiropractic merupakan salah satu metode pengobatan terapi manual yang awal mengenalnya sebagai pijat kretek. Amankah?

Baca Selengkapnya

Aliansi Kecam Kehadiran Industri Plastik dan Kimia dalam Delegasi Indonesia untuk Negosiasi Perjanjian Plastik

10 hari lalu

Aliansi Kecam Kehadiran Industri Plastik dan Kimia dalam Delegasi Indonesia untuk Negosiasi Perjanjian Plastik

Kehadiran itu membahayakan tujuan perjanjian, yaitu mengatur keseluruhan daur hidup plastik untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan.

Baca Selengkapnya