Rokok Nyaris Membunuh Suami Saya
Reporter
Tempo.co
Editor
Istiqomatul Hayati
Minggu, 31 Mei 2020 18:12 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Rokok memang nyaris merenggut nyawa suami saya, Teguh Supriyatno, lima hari sebelum Idul Fitri. Ini pengalaman yang dialami keluarga kami, dari saya, jurnalis sekaligus aktivis pengendalian tembakau dan suami perokok. Memalukan memang, tapi harus diceritakan agar tak ada lagi cerita kekonyolan serupa. Terlebih, hari ini adalah Hari Tanpa Tembakau Sedunia, penting bagi orang untuk bekerja sama mengurangi konsumsi rokok untuk menyelamatkan bangsa.
Saya mulai bergelut di aktivitas pengendalian tembakau pada 2008. Pekerjaan menjadi jurnalis di institusi yang teguh mendukung pemenuhan kesehatan rakyat, memudahkan saya untuk berkampanye mengendalikan tembakau. Berkat aktivitas saya ini, pernah mendapatkan kesempatan kursus dua pekan dalam program pengendalian tembakau di Johns Hopkins School of Public Health di Baltimore, Maryland, Amerika Serikat. Tapi itu nol artinya ketika saya gagal mencerahkan keluarga sendiri.
Susah sekali memberikan pemahaman untuk suami sendiri agar berhenti merokok. Ia sering meledek dengan merokok di depan saya saat bersama teman-temannya. Omelan saya seperti cerita pengantar tidur yang melenakan dia hingga serangan jantung nyaris mematikannya, lima hari sebelum lebaran.
19 Mei 2020, saya mendapat jatah libur. Tapi pukul 14.00, saya tetap mengikuti rapat secara online dengan teman-teman kantor dan berakhir pukul 15.30. Selesai rapat, saya tertidur. Pukul 16.39, saya mengajak suami saya mencari makanan untuk berbuka puasa. Kami berboncengan sepeda motor. Di sinilah awal bencana yang membuat nyawa suami saya tinggal sejengkal lagi.
Saat tengah memilih makanan, saya lihat dia berusaha keras mengengkol starter dengan kakinya karena mogok. Hal ini dilakukannya berulang kali. Tetap mogok. Saya memutuskan untuk berjalan kaki pulang sambil menenteng makanan berbuka puasa adapun suami yang oleh teman-temannya akrab disapa Gembur itu menuntun sepeda motornya.