Deteksi Kanker Usus Besar lewat Kotoran

Reporter

Antara

Sabtu, 11 Desember 2021 19:35 WIB

Ilustrasi kanker usus (pixabay.com)

TEMPO.CO, Jakarta - Kanker usus besar kebanyakan muncul akibat gaya hidup tak sehat. Ketua Yayasan Kanker Indonesia Pusat, Prof. DR. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, Sp.PD., menyarankan pemeriksaan kotoran secara berkala saat buang air besar sebagai salah satu cara untuk mendeteksi kemungkinan kanker usus besar.

"Biasakan intip kotoran, jangan sampai kecolongan ada darah dalam kotoran tapi tidak diperhatikan," kata Aru.

Di negara barat, kanker ini biasanya terjadi pada orang-orang di atas 50 tahun. Namun, di Indonesia kanker usus besar bisa terjadi pada orang-orang yang lebih muda, usia 40-an. Dia menganjurkan orang-orang usia 40-an untuk melakukan kolonoskopi untuk mendeteksi adanya kanker usus besar.

"Kalau memang belum ada aksesnya, maka kita upayakan supaya periksa kotoran sekali setahun untuk melihat apakah ada darah samar," jelasnya.

Aru mengingatkan pentingnya deteksi dini kanker usus besar karena akan lebih mudah ditangani ketika ditemukan semakin cepat. Apalagi perkembangan tumor menjadi kanker ini memakan waktu relatif lama, antara 5-15 tahun.

Advertising
Advertising

"Jadi harus bisa mendeteksi lebih dini sehingga harapan hidup akan lebih baik daripada baru ketahuan dalam stadium lanjut," jelas staf senior Divisi Hematologi Onkologi Medik, Departemen Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.

Dia mengingatkan untuk menyantap makanan berserat seperti buah dan sayur. Khusus untuk buah, dia menyarankan untuk mengonsumsi tak hanya jus tetapi juga ampas yang biasa dibuang saat membuat jus agar seratnya bisa diserap oleh tubuh.

Makan berserat lain seperti agar-agar atau puding juga dapat menjadi pilihan santapan sehari-hari. Tempe yang mengandung probiotik juga disarankan demi kesehatan usus. Khusus untuk minuman yang mengandung probiotik, dia mengingatkan untuk melihat kandungan gula di dalamnya. Bila kandungan gulanya tinggi, tidak disarankan untuk mengonsumsi terlalu banyak.

Kanker usus besar dulu tidak masuk hitungan di Indonesia namun saat ini sudah menempati posisi keempat di Tanah Air, mengikuti kanker payudara, serviks, dan paru. Penyakit ini membutuhkan pembedahan sebagai terapi utama yang bisa mengatasi kanker secara tuntas.

Ia memaparkan 60 persen masalah kanker bisa diselesaikan dengan pembedahan. Semakin tinggi stadium, penanganannya akan lebih sulit. Ini juga berhubungan dengan angka harapan hidup. Dia mengatakan pengobatan yang sama ketika diberikan kepada pasien yang berbeda dapat menghasilkan respons yang bervariasi.

"Saat ini muncul pendekatan baru yang disebut sebagai personalized medicine atau pengobatan secara individual. Pengobatan secara individual ini salah satunya dilakukan dengan melakukan pemeriksaan marker kanker. Pengobatan individual umumnya akan memberikan hasil yang lebih baik pada pasien," paparnya.

Baca juga: Kanker Usus Besar, Fakta dan Mitos yang Perlu Dipahami

Berita terkait

Kemenkes Minta Jemaah Haji Waspada Virus MERS-CoV, Ini Penularan dan Gejalanya

2 hari lalu

Kemenkes Minta Jemaah Haji Waspada Virus MERS-CoV, Ini Penularan dan Gejalanya

Kemenkes minta jemaah haji mewaspadai virus MERS-CoV pada musim haji. Berikut gejalanya dan risiko terinfeksi virus ini.

Baca Selengkapnya

Pengobatan Kanker Dikabarkan Bikin Raja Charles III Kehilangan Indera Perasa

5 hari lalu

Pengobatan Kanker Dikabarkan Bikin Raja Charles III Kehilangan Indera Perasa

Raja Charles III dikabarkan mengalami kehilangan indera perasa sebagai efek samping dari pengobatan kanker.

Baca Selengkapnya

Raja Charles III Ungkap Efek Samping Setelah Pengobatan Kanker

7 hari lalu

Raja Charles III Ungkap Efek Samping Setelah Pengobatan Kanker

Raja Charles III sempat berbagi pengalaman dengan veteran Angkatan Darat yang menderita kanker

Baca Selengkapnya

Pengukuhan Edi Suharyadi sebagai Guru Besar FMIPA UGM, Paparkan Hipertermia Magnetik untuk Penyakit Kanker

9 hari lalu

Pengukuhan Edi Suharyadi sebagai Guru Besar FMIPA UGM, Paparkan Hipertermia Magnetik untuk Penyakit Kanker

UGM mengukuhkan Edi Suharyadi sebagai guru besar aktif FMIPA UGM ke-42.Ini profil dan pidato pengukuhannya soal perkembangan riset bidang nanomaterial

Baca Selengkapnya

Mengenal Melanoma, Penyakit yang Sebabkan Bob Marley Meninggal 43 Tahun Lalu

9 hari lalu

Mengenal Melanoma, Penyakit yang Sebabkan Bob Marley Meninggal 43 Tahun Lalu

Musisi Bob Marley meninggal dunia karena penyakit melanoma. Apa itu? Bagaimana cara mencegahnya?

Baca Selengkapnya

10.000 Warga Palestina Hilang di Gaza, 210 Hari Sejak Serangan Israel Dimulai

17 hari lalu

10.000 Warga Palestina Hilang di Gaza, 210 Hari Sejak Serangan Israel Dimulai

Sejauh ini, 30 anak telah meninggal karena kelaparan dan kehausan di Gaza akibat blokade total bantuan kemanusiaan oleh Israel

Baca Selengkapnya

Pasien Kanker Minim Pengetahuan Akibat Waktu Konsultasi Terbatas

18 hari lalu

Pasien Kanker Minim Pengetahuan Akibat Waktu Konsultasi Terbatas

Waktu konsultasi yang terbatas menyebabkan pasien kanker sering merasa bingung untuk memahami betul penyakitnya.

Baca Selengkapnya

Imigran Laos Pengidap Kanker Menangi Lotere Jackpot AS Sebesar Rp21 Triliun

21 hari lalu

Imigran Laos Pengidap Kanker Menangi Lotere Jackpot AS Sebesar Rp21 Triliun

Pemenang lotere jackpot bersejarah Powerball Amerika Serikat senilai lebih dari Rp21 triliun adalah seorang imigran dari Laos pengidap kanker

Baca Selengkapnya

Cara Mengendalikan Nyeri pada Pasien Kanker Menurut Dokter

21 hari lalu

Cara Mengendalikan Nyeri pada Pasien Kanker Menurut Dokter

Dokter menjelaskan cara mengendalikan nyeri pada pasien kanker. Berikut yang perlu dilakukan.

Baca Selengkapnya

Raja Charles III Siap Kembali Bertugas

24 hari lalu

Raja Charles III Siap Kembali Bertugas

Raja Charles III sudah mendapat izin dari tim dokter untuk kembali bertugas setelah menjalani pengobatan kanker.

Baca Selengkapnya