Kesadaran Masyarakat Masih Rendah dalam Pengobatan, Tantangan Eliminasi TBC 2030
Reporter
Antara
Editor
Yayuk Widiyarti
Rabu, 29 Mei 2024 15:08 WIB
![](https://statik.tempo.co/data/2020/01/16/id_906597/906597_720.jpg)
TEMPO.CO, Jakarta - Kesadaran masyarakat masih terbilang rendah dalam hal pengobatan dan terapi tuberkulosis (TBC). Kepala Pusat Peduli TBC Yarsi, Heliwah Umniyati, menjelaskan terapi pencegahan tuberkulosis sangat penting untuk mempersempit penyebaran penyakit menular pada paru-paru tersebut.
"Sekarang ini untuk menuju eliminasi TBC 2030 dan menurunkan prevalensi TBC di Indonesia, maka terapi pencegahan sangat penting," ujarnya di Universitas Yarsi Jakarta, Rabu, 29 Mei 2024.
Para penderita yang positif terjangkit kuman tuberkulosis sering tak mau ke puskesmas dan minum obat. Durasi minum obat harus dilakukan setidaknya 3-6 bulan agar kuman tuberkulosis mati.
"Tidak hanya yang sakit diobati tetapi juga anggota keluarganya, terutama anak usia 5 tahun harus dikasih terapi pencegahan tuberkulosis," saran Heliwah.
Menularkan ke orang lain
Pasien tuberkulosis dapat menularkan penyakit itu kepada orang lain, baik di rumah atau lingkungan kerja. Orang-orang yang melakukan kontak erat dengan penderita TBC harus diperiksa untuk memastikan apakah punya kuman tahan asam di dalam tubuh atau tidak. Meski tubuh kelihatan sehat dan nafsu makan ada, bila terbukti ada kuman maka ia memiliki dorman atau kuman tidur yang sewaktu-waktu dapat aktif bila daya tahan ubuh rendah.
"Untuk mencegah TBC aktif harus dikasih obat pencegahan yang dikenal dengan terapi pencegahan TBC, itu bisa tiga bulan atau enam bulan, tergantung obatnya. Sekarang ada obat baru yang mempercepat terapi," papar Heliwah.
Ia juga mengungkapkan banyak anak di bawah usia 5 tahun kini terkena tuberkulosis yang umumnya tertular dari orang tua mereka. Gejala TBC pada anak yang paling jelas adalah berat badan selalu turun. Meski muncul batuk, itu tidak utama seperti gejala yang dialami pasien tuberkulosis dewasa.
"Kami menjaring banyak (pasien tuberkulosis) tetapi hanya sedikit yang mengikuti terapi pencegahan tuberkulosis," kata Heliwah.
Pada 28-29 Mei 2024, Pemerintah Kota Jakarta Pusat mengadakan sosialisasi tuberkulosis di Universitas Yarsi sebagai bentuk kolaborasi dengan lembaga pendidikan dalam menangani infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Kegiatan itu terselenggara atas dukungan Pusat Peduli TBC Yarsi, USAID Prevent TB, dan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat. Wali Kota Jakarta Pusat, Dhany Sukma, mengatakan upaya kolaborasi dan sinergi dengan berbagai pihak sangat penting dalam rangka menekan kasus tuberkulosis.
Pilihan Editor: Sama-sama Muncul di Leher, Ternyata Kedua Penyakit Ini Tak Sama