Tokoh Inspiratif: Rengkuh Banyu Mahandaru, Dari Pelepah Pinang Turun ke Wadah Ramah Lingkungan
Reporter
Dwi Arjanto
Editor
Dwi Arjanto
Kamis, 15 Agustus 2024 08:29 WIB
Tujuan keseluruhan dari program ini adalah menyediakan solusi alternatif bagi penggunaan plastik sekali pakai serta meningkatkan kapasitas ekonomi masyarakat. Untuk jangka panjang skema ini bertujuan untuk mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan untuk petani lokal dan Badan Usaha Milik Desa atau Koperasi Masyarakat melalui pengembangan komoditas .
Data dari tim Plepah, skema mereka telah memberikan sejumlah dampak positif. Masyarakat di area program mulai meninggalkan kebiasaan lamanya melakukan pembalakan liar untuk mendapatkan penghasilan. Hasil awal menunjukan adanya peningkatan pendapatan bagi masyarakat setempat.
Saat ini Plepah sudah membangun dua produksi di Desa Mendis, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan dan Tanjung Jabung Timur, Jambi. Mereka mempekerjakan masing-masing 20 orang dalam proses produksi.
Selain terdapat lima titik kantong suplai bahan baku di Kecamatan Dendang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur yang melibatkan 30-40 kepala keluarga. Hasil dari inovasi dengan mesin dan material, saat ini Plepah telah berhasil memproduksi kontainer makanan yang dapat terurai dalam 60 hari.
Produk Plepah anti air dan dapat dipanaskan hingga 200 derajat Celcius selama empat menit dalam Microwave dan 45 menit di dalam oven. Sebelum diedarkan, produk ini juga sudah disterilkan dengan UV.
Rengkuh dan kawan-kawan optimistis bisnis Plepah akan berkelanjutan jika masyarakat di desa, yang berada di sektor hulu, meningkat perekonomiannya. Di hulu, bisnis ini akan bertahan jika kemasan ramah lingkungan yang mereka produksi mudah didapatkan dan harganya terjangkau.
Sejauh ini, tim Plepah sudah mengalokasikan 100% waktu, tenaga dan, finansial untuk mengembangkan inisiatif ini lebih jauh agar dampak yang diharapkan bisa tercapai, baik dalam hal lingkungan juga peningkatan ekonomi masyarakat.
“Kami beli pelepah-pelepah petani saat ini dengan Rp 2.000 perkilogram. Dengan luasan kebun Pinang 2-3 hektar, petani bisa mendapatkan tambahan penghasilan sekitar Rp 3 juta. Jumlah itu naik dua kali lipat dari awal program pada 2018-2019,” ujar Rengkuh.
Soal harga, dia menyebutkan sebagai tantangan dan peluang. Saat ini harga wadah berbahan pelepah Pinang ini Rp 2.000-4.000. Lebih mahal daripada produk Styrofoam yang berkisar Rp 300. Maka focus pemasaran adalah mengedukasi Masyarakat karena produk tersebut ramah lingkungan. Ditanam begitu saja di tanah bakal terurai dalam waktu 2 bulan saja. Bandingkan Styrofoam atau wadah plastik yang sama-sama sekali pakai.
Peluangnya, produk wadah ramah lingkungan pelepah tersebut sudah diekspor ke Jepang mulai akhir tahun lalu. Ditambahkan Rengkuh, saat ini bisa mengekspor 1 kontainer berisi 240.000 wadah, biasanya sesuai order permintaan.
Plepah pernah terpilih sebagai Top 20 Good Design Award untuk kategori desain produk kemasan ramah lingkungan pada tahun 2020 oleh Kementerian Perindustrian. Selain itu, produk ini juga mendapatkan penghargaan untuk inovasi desain kemasan ramah lingkungan dari Bali Creative Industry Center, Fashion and Craft Award, pada tahun 2019 untuk kategori Inkubasi Bisnis Sosial.
Pada 2023 menjadi pemenang SATU Indonesia Awards 2023. Dengan penghargaan ini Rengkuh Banyu berharap dapat memberikan dampak positif bagi para petani dan Plepah. “Secara general kami ingin kelak perusahaan yang fokusnya manajemen limbah pertanian. Bahkan outputnya bisa jadi kemasan ramah lingkungan dan alternatif energi bio massa,” kata Rengkuh.
Pilihan editor: Tokoh Inspiratif Reza Permadi Ciptakan Atourin untuk Dorong Digitalisasi Pariwisata Indonesia