TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno akan mengembangkan wisata halal di Ibu Kota. Sandiaga akan mendorong hotel dengan manajemen berbasis konvensional berpindah ke manajemen syariah. Hal ini untuk melirik bagaimana kaidah-kaidah perhotelan syariah yang sedang naik daun. "Di Bangkok sudah mulai banyak, di KL (Kuala Lumpur) sudah duluan, dan sekarang sudah mulai tumbuh di Seoul dan Tokyo," kata Sandiaga di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis 2 November 2017.
Pasar wisata halal memang sudah mulai menggeliat di berbagai daerah, termasuk di Indonesia. Hotel syariah salah satu target yang berhasil ditangkap para pelaku usaha wisata. Hotel syariah sebenarnya bukan hal baru di Indonesia. Koran Tempo pernah mengulas salah satu konsep wisata halal ini pada Oktober 2015 lalu. Berikut kutipannya:
Riyanto Sofyan, pemilik PT Sofyan Hotels Tbk, yang disebut-sebut sebagai hotel syariah pertama di Indonesia dengan jaringan terbesar, sukses menjaring pelancong wisata halal dengan memiliki halal kitchen yang telah disertifikasi. Selain itu, kamar-kamar hotel miliknya dirancang untuk memudahkan salat bagi penghuninya dengan menyiapkan mukena, sajadah, dan arah kiblat. Selain itu, toilet hotel wajib memiliki shower, tak hanya tisu untuk memudahkan umat Islam berwudu.
Indonesia pantas disebut sebagai kiblatnya pariwisata halal dunia.
Dari segi tayangan televisi, pengelola hotel sudah menyeleksi kanal berdasarkan kontennya. "MTV atau Fashion TV tak mungkin ada dalam pilihan saluran," kata Riyanto, yang mulai mengusung konsep hotel syariah sejak 1992. Hotel Sofyan sendiri berdiri sejak 1970.Pilihan Riyanto terbukti tepat. Dalam lima tahun terakhir, terdapat lonjakan drastis pertumbuhan hotelnya, yakni mencapai 50 persen—dari sebelumnya 15-20 persen. Bermula dari tiga hotel dengan 335 kamar, kini Hotel Sofyan berkembang menjadi 12 hotel dengan jumlah lebih dari 800 kamar. "Saat ini, dalam portofolio ada 19 hotel dengan 1.775 kamar," kata dia. Baca: Makanan Korea Halal atau Tidak? Cek Sebelum Membeli
Tingkat okupansi hotel pun, ia mengklaim, rata-rata sebesar 70-80 persen per tahun. Delapan Hotel Sofyan tersebar di Jakarta, Bogor, Medan, Padang, Pandeglang, Lampung, dan Bandung. Tak berhenti sampai di situ, Riyanto mengaku akan hadir sedikitnya lima Hotel Sofyan yang bakal dibangun, dua di antaranya di Lombok dan Makassar, dibangun dengan konsep bintang lima.
Pengelola hotel di Lombok tak mau kalah. General Manager Hotel Santika Mataram Reza Bovier menyatakan, sejak awal hotelnya beroperasi pada Juni 2012, sebanyak 123 kamarnya telah menyediakan keran wudu dan kloset yang memiliki slang air. Adanya arah kiblat yang jelas di plafon kamar. Selain itu, menyediakan tempat wudu dan ruang salat bersama.
Geliat Wisata Halal di Republik
"Dengan prinsip healthy tourism,Svarga Resort menjalankan konsepnya dengan tidak menyediakan minuman beralkohol," kata Business Development Executive Svarga Resort Lombok, Nor Rofika Hidayah, ihwal dukungannya terhadap wisata halal di Lombok. Svarga telah besertifikasi halal MUI, sehingga makanan dan minuman yang tersaji dari Salza Resto (restoran di Svarga Resort) adalah makanan dan minuman halal. Tak hanya itu, semua kamar resor dilengkapi dengan petunjuk arah kiblat. Manajemen juga akan menyediakan perlengkapan salat di dalam kamar jika mengetahui tamu yang akan menginap adalah muslim.
Berbicara soal persaingan internasional, Yopi mengatakan perlu ada standardisasi untuk hotel dan restoran syariah, dari pelayanan, kompetensi sumber daya manusia, hingga standar infrastruktur. Selama ini, kata dia, ada dua klasifikasi hotel, yaitu hilal 1—yang masih belum sepenuhnya syariah. "Minimal restoran halal ada dan ada arah kiblat," kata dia. Sementara itu, hilal 2 adalah hotel yang mampu menyelenggarakan prinsip syariah total. Baca: Nyamuk Paling Suka Gigit Orang Bergolongan Darah O
Riyanto mengaku siap bersaing secara internasional. Selain memiliki modal besar, ia mengutamakan tiga aspek untuk membuat pelanggan sangat nyaman, yaitu comfort for all, enjoyable for all, dan friend for all. Bahkan ia mengatakan, jika Indonesia ingin unggul dalam wisata halal, perlu menguatkan posisi unik. Tantangan selama ini untuk mengembangkan wisata halal, menurut dia, adalah masyarakat Indonesia yang masih termakan stigma. "Kalau ada sertifikasi halal, dikira mau Islamisasi atau apa, padahal ini murni bisnis," kata dia.
Tak hanya bisnis hotel yang meraup untung. Agen atau biro wisata juga menangguk untung dari wisata halal yang terus tumbuh. General Manager Cheria Wisata, Desita Marseilha, mengaku kebanjiran permintaan. Saat pertama kali mengkhususkan diri sebagai agen wisata halal pada 2014, dalam sebulan hanya ada 12 permintaan perjalanan wisata halal yang diterima. "Sekarang ada sekitar 60 permintaan yang kami terima atau lima kali lipatnya," kata dia.
Produksi minuman non alkohol dengan rasa buah PT Multi Bintang Indonesia (MBI) Tbk di Desa Sampangagung, Kecamatan Kutorejo, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, 18 Mei 2016. TEMPO/ISHOMUDDIN
Menurut Desita, kata kunci untuk membedakan wisata halal dengan wisata konvensional adalah makanan halal, waktu salat yang teratur, menginap di hotel yang tak menjual minuman beralkohol, dan ada petunjuk arah kiblat. Baca: Heboh Dokter Paling Hot di Instagram, Ini 5 Faktanya
Abdullah M. Mashoor, 45 tahun, Manajer Operasional Denatour, Jakarta, punya trik khusus untuk menjaga kehalalan makanan bagi pelancong wisata halal. "Sebelum wisatawan yang kami bawa sampai, kami sudah cek semua. Saya biasa datang ke restoran-restoran itu satu jam sebelum wisatawan Indonesia datang untuk memisahkan makanan yang halal dan haram," kata dia. Waktu salat juga selalu disediakan, meski urusan turis salat atau tidak, semua tergantung masing-masing
DWI WIYANA | DINI PRAMITA | AISHA SAIDRA | SUPRIYANTHO KHAFID (LOMBOK)