Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kisah Mengalahkan Trauma Korban Gempa yang Pernah Terkubur 18 Jam

Reporter

Editor

Mitra Tarigan

Tentara dan tim penyelamat berhasil menemukan korban tewas akibat gempa Palu di Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah, 6 Oktober 2018. REUTERS/Darren Whiteside
Tentara dan tim penyelamat berhasil menemukan korban tewas akibat gempa Palu di Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah, 6 Oktober 2018. REUTERS/Darren Whiteside
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Bumi Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, luluh-lantak pada Jumat sore, 28 September lalu. Gempa bumi berkekuatan 6 pada skala Richter pertama kali mengguncang dengan keras pada pukul 13.59, disusul dengan gempa yang berkekuatan lebih dahsyat, 7 skala Richter, dan menimbulkan tsunami. Akibatnya, sebanyak 1.558 nyawa melayang per 5 Oktober kemarin.

Baca: Relawan dan Penyintas Bencana Perlu Waspadai Penyakit Tetanus

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan korban yang terkena dampak bencana gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah memerlukan bantuan penyembuhan trauma. Banyak korban menjadi stres karena mereka belum pulih dari keterkejutan akibat bencana pertama, tapi masih harus berhadapan dengan sejumlah gempa susulan yang masih berlangsung."Ini yang disebut periode panik... mereka masih trauma, gempa masih berlangsung, kebutuhan juga terbatas. Keadaan ini menyebabkan mereka stres dan menderita, maka perlu diredam dengan trauma healing," ujar Sutopo.

Mengalahkan trauma sangat tak mudah. Bagi Ismail, 32 tahun, peristiwa gempa Padang, Sumatera Barat, pada 30 September 2009, akan melekat dalam ingatan. Dia dapat diselamatkan setelah terkubur dalam reruntuhan selama 18 jam dan bergantung pada celah di antara material untuk bernapas dan meminta tolong.

Sore itu, Ismail menuju rumahnya di Korong Lubuk Laweh Nagari Tandikek Utara, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. Dia masih ingat betul urutan kejadian kala musibah tersebut terjadi."Sampai di rumah, saya mengunci pintu karena akan salat asar. Tiba-tiba terjadi gempa keras, dan saya tidak bisa lari," ucapnya. Dia menyaksikan dinding depan rumahnya roboh saat itu.

Guncangan berhenti. Dia melihat pohon kelapa tumbang. Lantas dia lari ke belakang rumah. Mendadak sontak rumahnya karam dan dia dihantam tembok rumahnya dengan keras."Saya seperti terseret, longsor, dan tahu-tahu sudah tertimbun material," ucapnya. Hanya ada sedikit celah tempat dia menggantungkan nasib, untuk bernapas dan meminta tolong.

Waktu berlalu, teriakannya terasa sia-sia."Saya berhenti minta tolong untuk atur pernapasan," tuturnya. Lalu, dia kembali minta tolong."Setiap saya menjerit minta tolong, tanah masuk ke mulut," ucapnya. Saat itu, dia mulai sedikit merasa putus asa hingga sekitar pukul 18.30 dia mendengar ada derap langkah mendekatinya.

Perlahan-lahan material yang menimbunnya dipindah satu per satu hingga kepala dan dadanya terbebas dari impitan material. Namun, sayang, material yang mengubur tubuh bagian pinggang hingga ke bawah tak dapat diangkat. Ditambah satu lagi kabar buruk baginya saat itu, kakinya terjepit beton dan perutnya nyaris tertusuk.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sembari menunggu pertolongan lanjutan datang, ia bertanya kepada orang yang menolongnya."Kenapa baru datang bantu saya, padahal sudah berteriak sejak tadi," tuturnya. Jawaban yang mengalir membuatnya terperanjat."Orang itu bilang tidak ada siapa-siapa lagi di situ yang masih hidup yang bisa menolong." Lalu orang itu menangis di sampingnya. Ismail sendiri hanya bisa termenung. Sekitar 132 warga Korong Lubuak Laweh Jajaran meninggal dunia terkubur longsor yang dipicu gempa.

Dia baru dapat dievakuasi penuh pada 1 Oktober 2018, sekitar pukul 11.00. Artinya, dia sudah tertimbun selama 18 jam di reruntuhan beton."Saya dirawat di rumah sakit sekitar 17 hari, kaki saya patah dan retak sehingga harus menggunakan tongkat sebagai alat bantu jalan," ujarnya. Musibah tersebut menyisakan tanda yang ia bawa seumur hidup: ia menjadi pincang.

Selama di pengungsian, Ismail mesti berdamai dengan kehilangan fungsi normal kakinya. Dia juga mesti belajar berdamai dengan rasa trauma yang teramat pekat menguasai pikirannya."Saya takut masuk ke rumah bertembok, saya takut melihat perbukitan, saya juga takut melihat angin badai," katanya. Selama setahun dia berjibaku melawan trauma tersebut.

Baca: Bangkit dari Bencana ala Warga Pulesari, Mencoba jadi Tarzan

Perlahan, dia bangkit. Dia menyadari perekonomian warga kampungnya lumpuh."Kampung habis, tapi kebetulan masih ada kebun," ucapnya. Ismail mencoba membangkitkan semangat masyarakat dengan memaksimalkan potensi kebun."Saya mengajak masyarakat menanami kembali daerah yang longsor... kami menanam durian."

Saat ini, Ismail dikenal sebagai salah satu tokoh pegiat isu-isu kebencanaan, salah satunya di lembaga nonpemerintah Bumi Ceria, yang punya fokus di isu kebencanaan. Dia juga tengah melanjutkan kuliah dan aktif pula sebagai pengurus HMI Komisariat Padang Pariaman."Anak-anak di sini akhirnya memiliki pendidikan yang lebih tinggi juga," tuturnya.

KORAN TEMPO| PITO AGUSTIN RUDIANA | DINI PRAMITA

Iklan




Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.




Video Pilihan


BMKG: Gempa Magnitudo 4,6 Menggoyang Pangandaran Malam Ini

12 jam lalu

Seismograf gempa bumi. ANTARA/Shutterstock/pri
BMKG: Gempa Magnitudo 4,6 Menggoyang Pangandaran Malam Ini

Guncangan gempa terasa seperti ada truk yang melintas, atau berskala Intensitas III MMI, di wilayah Pangandaran, Cisompet, Cikalong, dan Pameungpeuk.


Indonesia Timur Kembali Bergetar, Gempa M5,2 Guncang Mamberamo Raya

19 jam lalu

Ilustrasi gempa bumi
Indonesia Timur Kembali Bergetar, Gempa M5,2 Guncang Mamberamo Raya

Gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa bumi dangkal akibat adanya aktivitas sesar aktif.


Gempa Menengah Guncang Laut Banda, Ini Analisis dan Data BMKG

1 hari lalu

Seismograf gempa bumi. ANTARA/Shutterstock/pri
Gempa Menengah Guncang Laut Banda, Ini Analisis dan Data BMKG

Gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa bumi menengah akibat adanya aktivitas subduksi Lempeng Laut Banda.


Berharap Keadilan dalam Kasus KDRT di Depok yang Viral Melalui Media Sosial

1 hari lalu

Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto saat turun langsung  menanyakan penanganan perkara kasus KDRT pasutri saling lapor ke Polres Metro Depok, Kamis, 25 Mei 2023. TEMPO/Ricky Juliansyah
Berharap Keadilan dalam Kasus KDRT di Depok yang Viral Melalui Media Sosial

Menanti penyelesaian yang adil kasus KDRT pasutri di Depok.


Energy Vampire Sebutan untuk Sikap Egois yang Merugikan Orang Lain

1 hari lalu

Ilustrasi lelaki egois. shutterstock.com
Energy Vampire Sebutan untuk Sikap Egois yang Merugikan Orang Lain

Sikap energy vampire ketika menyedot semua energi positif atau niat baik orang lain dalam suatu hubungan


8 Cara agar Mertua dan Menantu Akur Tanpa Banyak Drama

3 hari lalu

Ilustrasi wanita kesayangan mertua. shutterstock.com
8 Cara agar Mertua dan Menantu Akur Tanpa Banyak Drama

Simak cara agar mertua dan menantu dapat akur dan menjalin hubungan yang harmonis. Dari komunikasi yang baik hingga menghormati perbedaan.


Gempa Terkini Menggetarkan Saparua dan Ambon, Gempa Darat M5,3

4 hari lalu

Peta pusat gempa M5,3 di Maluku pada Kamis pagi, 1 Juni 2023. Foto : Bmkg
Gempa Terkini Menggetarkan Saparua dan Ambon, Gempa Darat M5,3

Gempa telah menggoyang Saparua dan Ambon di Maluku pada Kamis pagi, 1 Juni 2023.


Heru Budi Sebut Kemacetan Jadi Kendala Penanganan Bencana di Jakarta

5 hari lalu

Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono bersama jajarannya usai meninjau pembebasan lahan di kawasan Normalisasi Kali Ciliwung, Kelurahan Rawajati, Jakarta Selatan, Senin, 8 Mei 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
Heru Budi Sebut Kemacetan Jadi Kendala Penanganan Bencana di Jakarta

Heru Budi bentuk Satgas Terpadu Penilaian Gedung dan Nongedung Untuk Pengurangan Risiko Bencana Gempa Bumi Provinsi DKI Jakarta.


Pentingnya Peran Keluarga dalam Mengatasi Depresi Lansia

5 hari lalu

Ilustrasi lansia bersama cucunya. shutterstock.com
Pentingnya Peran Keluarga dalam Mengatasi Depresi Lansia

Psikiater mengingatkan keluarga berperan besar mengatasi depresi di kalangan lanjut usia. Berikut yang perlu dilakukan.


Mengingat Finding Nemo, Film Animasi Anak yang Dirilis 30 Mei 2003

5 hari lalu

Olivier Dusautoir, Set Designer memegang mainan Finding Nemo & Finding Dory untuk membuat kereta dalam rangka menyambut ulang tahun ke-25 di Studio Art Design, Disneyland Paris, Marne-la-Vallee, 22 Februari 2017. REUTERS/Benoit Tessier
Mengingat Finding Nemo, Film Animasi Anak yang Dirilis 30 Mei 2003

Finding Nemo telah memikat jutaan penonton di seluruh dunia dengan alur cerita yang menghibur dan visualnya