TEMPO.CO, Jakarta - Debat calon wakil presiden (Cawapres) yang diikuti Pasangan Cawapres Nomor Urut 1, Ma'ruf Amin dan Pasangan Cawapres Nomor Urut 2 Sandiaga Uno di Jakarta, Minggu 17 Maret 2019, tetap menarik perhatian publik. Seperti debat-debat yang telah berlalu, pada debat cawapres 2019 kali ini Sandi memperlihatkan perilaku santun, termasuk ketika menghadapi pesaing yang usianya terpaut jauh darinya. Intip gaya kedua kubu dilihat dari segi bahasa tubuhnya. "Kita juga lihat, dia sebelumnya kalau ketemu Ma'ruf cium tangan," ujar pakar bahasa tubuh Monica Kumalasari pada ANTARA, Minggu 17 Maret 2019.
Baca: Debat Cawapres 2019, Simak Gaya Moderator Putri Ayuningtyas
Pakar yang meraih lisensi dari Paul Ekman itu menjabarkan beberapa hal menarik dari sisi bahasa tubuh yang bisa dilihat dari debat kedua calon wakil presiden. Sandiaga sejak awal terlihat lancar dalam berbicara. Satu tangan yang tidak memegang pelantang secara luwes bergerak-gerak mengilustrasikan apa yang keluar dari mulutnya.
Sementara Ma'ruf Amin dinilai terlihat gugup pada awal debat karena tangannya hanya diam memegang pelantang. Tapi kegugupan itu tidak berlangsung lama, Ma'ruf terlihat santai dan lebih cair meski secara umum bahasa tubuhnya memang tidak mencolok.
Ada satu momen ketika Ma'ruf ingin terus bicara meski waktunya sudah habis saat menanggapi Sandiaga Uno. Kepada moderator, dia memastikan apakah masih ada sisa waktu untuk mengutarakan argumennya. Sikap ini berkebalikan dengan apa yang terjadi di debat perdana di mana Ma'ruf justru irit bicara, membiarkan Joko Widodo mendominasi debat. "Itu pertanda dia persiapan juga banyak, jadi banyak yang mau dibicarakan, beda banget sama yang sebelumnya," ujar Monica.
Sebaliknya, ada kalanya Sandiaga justru terlihat mengulur-ulur waktu dengan menyebutkan hal-hal di luar debat, seperti ucapan dukacita atas terorisme di Selandia Baru dan banjir di Papua. "Padahal dalam debat ada keterbatasan waktu."
Stunting
Topik stunting cukup hangat diperbincangkan oleh Ma'ruf dan Sandi. Saat beradu argumen soal topik kesehatan ini, ada ketidaksepahaman antara pengertian stunting.
Monica berpendapat ekspresi Ma'ruf terlihat sedih dengan ujung bibir yang tertarik ke arah bawah saat mereka tidak sepaham mengenai stunting.
Metafora
Monica menilai Sandi banyak memulai sesuatu dengan metafora. Dia beberapa kali menyebut nama Ibu Lis, ananda Salsabila dari Pamekasan, juga pertemuan Bung Karno dengan Menteri Pertahanan Amerika Serikat pada 1961. "Kenapa pakai metafora? Gaya bahasa metafora paling gampang (masuk ke) bawah sadar pemirsa."
"Sementara Ma'ruf justru kalau jawab beberapa kali dengan 'kita harus bersyukur'."
Teori Saya
Sandi banyak menyebutkan pengalaman-pengalamannya dalam debat. Mulai dari pengalamannya berolahraga 22 menit, cerita ketika dia merasakan jadi pengangguran, cerita istrinya melahirkan si bungsu, juga tentang ibu, paman dan kakaknya dari latar belakang pendidik saat bicara soal pendidikan.
"Sandi banyak pakai 'Me Theory'. Selalu pakai teori dia," katanya. "Apa yang dia alami dijadikan generalisasi."
"Di bawah"
Berkali-kali Sandi menyebutkan kalimat "Di bawah Prabowo - Sandi" yang mencerminkan optimisme kemenangan pada pemilu mendatang.
Namun, dilihat dari gaya bahasa, pemilihan kata "di bawah" menyiratkan rakyat berada di bawah kekuasaan. Kesan itu bakal berbeda bila Sandi memilih kata lain, misalnya "Bersama Prabowo - Sandi".
Baca: Busana Nur Asia Uno di Debat Cawapres 2019, Elegan dan Simpel
Dalam debat cawapres 2019 ini, gaya bahasa tubuh siapa yang menjadi favorit Anda?