TEMPO.CO, Jakarta - Perubahan iklim selalu dihubungkan dengan aktivitas harian setiap orang. Salah satu contohnya adalah penggunaan transportasi pribadi, pemakaian plastik, hingga pembuangan sampah yang tidak pada tempatnya.
Mengonsumsi daging ternyata juga berkontribusi mempercepat perubahan iklim. Aktivis dan pelaku vegetarian Helga Angelina Tjahjadi menjelaskan bahwa proses produksi hingga konsumsi daging bisa menyebabkan masalah global ini.
Dari segi produksi daging sendiri, Helga menjelaskan bahwa lahan yang digunakan untuk mengembangbiakkan hewan semakin luas. Hal ini menyebabkan lahan untuk tanaman pun semakin minim. Akibatnya, pepohonan yang dianggap menjadi jendela dunia akan terpengaruh.
Ilustrasi sop daging. Youtube.com
“Saya pernah baca di sebuah jurnal, hutan Amazon itu 91 persennya sudah digunakan untuk tempat tinggal hewan. Ini tentu akan mempengaruhi kualitas iklim karena fungsi dari tanaman adalah untuk meminimalkan risiko pemanasan global dengan cara menyerap zat-zat kurang baik,” katanya dalam acara Produksi dan Konsumsi Yang Bertanggungjawab ala Mediterania di Jakarta pada Kamis, 3 Oktober 2019.
Sedangkan dari segi proses pemasakan daging, Helga menjelaskan banyak jurnal telah membuktikan bahwa emisi gas yang dikeluarkan lebih besar dari transportasi umum.
“Salah satunya bisa dibaca dari United Nations Life Stocks. CO2 dan CH4 dari memasak daging itu lebih tinggi dari kendaraan yang digunakan bersama, seperti bus dan angkutan umum lain,” katanya.
Terakhir, dari segi sisa daging yang tidak habis, Helga juga mengatakan bahwa makanan yang masuk ke TPA dan membusuk akan menghasilkan metana.
“Ini adalah gas rumah kaca yang bahkan lebih kuat daripada karbon dioksida. Jadi, sebaiknya, lebih bijaklah dalam mengonsumsi daging,” imbaunya.