TEMPO.CO, Jakarta - Pandemi COVID-19 telah melanda Indonesia selama 10 bulan. Wabah penyakit yang disebabkan oleh virus corona baru itu tidak hanya telah mengganggu kesehatan masyarakat tetapi juga melemahkan ekonomi dan menimbulkan efek domino terhadap sektor lain.
Dampak akibat pandemi itu masih belum sepenuhnya dapat diatasi dan masyarakat mulai jenuh dengan kondisi sulit yang harus dihadapi. Karena itulah kehadiran vaksin dianggap sebagai harapan terakhir untuk dapat mengatasi masalah yang berkepanjangan ini.
Dalam upaya menanggulangi wabah COVID-19, pemerintah telah melakukan banyak hal untuk mencegah penyebaran, menangani wabah, dan mengatasi dampak yang ditimbulkan. Salah satunya memberikan arahan kepada masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan, yaitu dengan #pakaimasker, #cucitanganpakaisabun, dan #jagajarakhindarikerumunan untuk mencegah penyebaran dari satu orang ke orang lain.
Pemerintah juga memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk membatasi aktivitas masyarakat yang berpotensi menimbulkan kerumunan hingga memicu peningkatan jumlah pasien. Selanjutnya, suntikan dana bagi pelaku usaha untuk mempercepat pemulihan ekonomi dan upaya perlindungan sosial melalui bantuan langsung tunai guna memacu daya beli warga juga ditempuh untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan terhadap sektor ekonomi.
Adapun, vaksin COVID-19 yang dianggap sebagai satu-satunya harapan terakhir untuk mengatasi permasalahan juga telah didatangkan ke Indonesia dan akan diberikan secara gratis kepada seluruh masyarakat.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam bincang-bincang daring bertajuk "Outlook 2021" di Jakarta, Kamis, 24 Desember 2020, mengungkapkan untuk pengadaan vaksin, pemerintah telah menyediakan anggaran sekitar Rp 73 triliun dengan vaksinasi yang rencananya akan dilakukan pada 2021.
Anggaran itu diperoleh dari dana cadangan sebesar Rp 18 triliun dan sekitar Rp 36,4 triliun dari anggaran kesehatan dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang tidak terserap pada 2020 dan dialihkan untuk 2021. Airlangga menuturkan vaksin yang disediakan beragam mereknya. Salah satu yang sudah tiba di Indonesia adalah 1,2 juta dosis vaksin jadi dari produk Sinovac, Cina.
Pada 2021, 1,8 juta vaksin lain dari Sinovac direncanakan akan kembali didatangkan ke Indonesia, disusul kehadiran 15 juta dosis vaksin lain yang masih berbentuk bahan baku. Sebelum bisa dipakai, pemerintah masih perlu menunggu izin Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mendapatkan emergency use authorization (EUA) sebagai salah satu syarat utama vaksin dapat digunakan.
Sebelum mengeluarkan izin itu, BPOM harus melengkapi hasil uji klinis yang dilakukan di negara lain. Dalam beberapa hari ke depan, BPOM diperkirakan akan mendapatkan hasil itu dari penelitian atau uji klinis vaksin Sinovac yang dilakukan di Brasil, uji klinis tahap pertama dan kedua dari Sinovac di Cina, dan laporan hasil uji klinis yang dilakukan di Bandung.
"Sehingga dengan tiga data itu, dikombinasikan BPOM, secara scientific kita harap pada Januari (2021) emergency use authorization bisa diberikan," kata Airlangga.
Apabila sudah keluar izin dari BPOM, vaksinasi bisa dilakukan dengan penyuntikan sebanyak dua dosis sehingga total vaksin yang akan digunakan dari 1,2 juta dosis yang sudah ada adalah 600 ribu. Selain Sinovac, Kementerian Kesehatan juga telah menetapkan lima vaksin lain yang akan digunakan di Indonesia sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 9860 Tahun 2020.
Kelima vaksin itu berasal dari Astra Zeneca, Sinopharm, Moderna, Pfizer, dan BioNTech, serta vaksin yang diproduksi oleh PT Bio Farma (Persero).
*Ini adalah artikel kerja sama Tempo.co dengan #SatgasCovid-19 demi memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Tegakkan protokol kesehatan, ingat selalu #pesanibu dengan #pakaimasker, #jagajarakhindarikerumunan, dan #cucitanganpakaisabun.