TEMPO.CO, Jakarta - Junk food adalah makanan yang punya sedikit enzim penghasil vitamin, mineral, dan asam amino. Junk food mengandung kalori tingkat tinggi dari lemak. Makanan jenis ini tergolong tak baik bagi kesehatan.
Seluruh makanan yang memiliki nilai gizi buruk dianggap tak sehat dan dapat disebut sebagai junk food. Seperti makanan yang tinggi lemak terutama lemak trans, sodium dan gula. Ketika memakan junk food, tubuh dipaksa memproduksi enzim sendiri untuk mengubah kalori kosong menjadi energi yang dapat digunakan.
Baca Juga:
Masyarakat lebih memilih junk food sebab mudah didapatkan, mudah dibawa, dan praktis dikonsumsi. Biasanya didukung dengan tampilan yang menarik, menambahkan bahan tambahan untuk meningkatkan rasa, tekstur, penampilan, dan umur simpan.
Mengapa Seseorang Menginginkan Junk Food?
Seorang ilmuwan makanan bernama Steven Witherly telah menghabiskan waktu 20 tahun untuk mempelajari apa yang membuat makanan tertentu lebih mengakibatkan ketagihan daripada makanan lain. Termasuk junk food, yang sudah jelas-jelas tak baik untuk kesehatan.
Witherly menyebutkan bahwa ketika seseorang memakan makanan yang enak, ada dua faktor membuatnya menyenangkan.
Pertama, adanya sensasi menyantap makanan. Misalnya merasakan asin, manis, asam, dan lainnya. Kemudian seperti apa baunya, dan bagaimana rasanya di mulut. Seluruh faktor-faktor tersebut bergabung menciptakan sensasi yang diasosiasikan otak dengan makanan atau minuman tertentu.
Kedua, menyangkut susunan makronutrien dari makanan. Misalnya campuran antara protein, lemak, dan karbohidrat di dalamnya. Misalnya di dalam produk junk food, produsen akan mencari kombinasi sempurna menggairahkan otak dan membuat konsumen ingin makan lagi. Kombinasi itu mencakup garam, gula, dan lemak.
Bagaimana Sains Menciptakan Nafsu Keinginan?
Melansir laman James Clear, produsen makanan menggunakan berbagai faktor agar makanan lebih membuat ketagihan.
1. Kontras dinamis
Faktor ini mengacu pada kombinasi sensasi yang berbeda di dalam satu makanan yang sama. Witherly menjelaskan, makanan dengan kontras dinamis misalnya mempunyai kulit yang renyah, kemudian diikuti oleh sesuatu yang lembut atau dan penuh dengan senyawa aktif rasa.
2. Respon air liur
Faktor berikutnya adalah air liur atau saliva. Semakin banyak makanan menyebabkan keluarnya air liur, maka akan semakin banyak pula makanan itu berenang ke seluruh mulut dan menutupi selera. Misalnya saja makanan yang diemulsikan seperti mentega, cokelat, saus salad, es krim, dan mayones meningkatkan respons air liur yang membantu membuat lidah menjadi lembut.
3. Makanan cepat hancur dan kepadatan kalori yang hilang
Makanan yang cepat meleleh di mulut memberikan sinyal ke otak bahwa makanan yang Anda makan tak sebanyak sebenarnya. Artinya, makanan ini secara harfiah memberi tahu otak Anda bahwa Anda belum kenyang, meskipun Anda sudah makan banyak kalori. Akhirnya, Anda cenderung makan berlebihan.
4. Respon spesifik sensorik
Otak menyukai variasi. Sensitivitas sensor tertentu akan berkurang seiring dengan waktu. Makanan cepat saji dirancang untuk menghindari respons spesifik sensorik ini. Makanan jenis ini memberikan rasa agar otak berpikir Anda tak bosan memakannya. Namun, tak begitu merangsang. Inilah yang menyebabkan Anda bisa menghabiskan sekantong keripik kentang dan masih sanggup memakan yang lain.
5. Kepadatan kalori
Berikutnya adalah kepadatan atau densitas kalori. Makanan junk food dirancang untuk meyakinkan otak bahwa tubuh mendapatkan nutrisi, tetapi tidak membuat perasaan terlalu kenyang. Reseptor di mulut dan perut akan memberi tahu otak bahwa adanya campuran antara protein, lemak, dan karbohidrat dalam makanan tertentu.
6. Pengalaman makan sebelumnya
Di sinilah psikobiologi junk food benar-benar bekerja. Ketika Anda makan sesuatu yang Anda rasa enak, otak akan mencatat perasaan itu. Ketika nantinya Anda melihat makanan, mencium atau bahkan membaca tentang makanan junk food itu, otak Anda akan mulai memicu ingatan dan respons yang datang saat memakannya. Hal inilah yang sebenarnya dapat menyebabkan respons fisik seperti pada air liur.
ANNISA FEBIOLA
Baca juga: Sering Dianggap Sehat, 7 Makanan Ini Ternyata Junk Food