TEMPO.CO, Jakarta - Perhatian untuk para orang tua. Anak-anak yang terpapar tontonan tidak sesuai dengan usia rentan mengalami stres akibat produksi hormon adrenalin dan kortisol yang lebih banyak. Begitu kata spesialis kedokteran jiwa Feilin Tanita dari Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Anak-anak dapat mengalami stres saat menonton televisi atau main game mengenai kekerasan atau horor, konten yang patut diwaspadai oleh orang tua saat mendampingi buah hati.
"Anak belum bisa membedakan mana akting dan kenyataan, otak menganggap itu nyata dan direspons sebagai bahaya," kata Ketua Bhayangkari Cabang Manokwari dalam Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) yang diselenggarakan Komisi Penyiaran Indonesia Pusat di kota Sorong, Papua Barat, Rabu, 17 November 2021.
Karena menganggap apa yang ditonton sebagai bahaya, otak anak kemudian memproduksi hormon adrenalin dan kortisol yang lebih banyak. Kadar adrenalin yang banyak dan berkepanjangan bisa mengganggu hampir semua proses di dalam tubuh.
Anak jadi berdebar-debar karena detak jantung lebih cepat, tekanan darah tinggi, ada peningkatan lemak dalam darah, peningkatan gula darah, juga pembekuan darah yang lebih cepat sehingga menimbulkan plak. Kadar adrenalin yang terlalu banyak juga merangsang tiroid, menimbulkan gangguan pencernaan, gangguan tidur, gelisah, dan depresi hingga penurunan konsentrasi serta daya ingat.
Oleh karena itu, dia mengajak orang tua untuk senantiasa mendampingi anak dalam menonton televisi dan memastikan konten yang dikonsumsi sesuai dengan usia. Ada beberapa isi acara televisi yang patut diwaspadai, seperti kekerasan dalam film, sinetron atau berita, konten pornografi, konten berisi kejahatan, di mana tokoh jahat kerap lebih sering dieksploitasi dibandingkan orang baik, sampai acara mistis.
Orang tua juga perlu memastikan buah hati tidak terjebak dalam pola menonton yang membuat ketagihan dan ketergantungan. Contohnya, buatlah kesepakatan dengan anak soal jadwal menonton, acara yang bisa dinikmati, dan durasi menonton televisi.
"Dampingi anak saat menonton sehingga orang tua bisa memberi pemahaman tentang kepura-puraan dalam film. Diskusikan juga pesan moral yang bisa menambah kehangatan dan komunikasi anak serta orang tua," imbaunya.
Manfaatkanlah media televisi sebagai sumber belajar, mendapatkan informasi, membangun sportivitas lewat acara-acara olahraga, dan memberikan hiburan. Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bidang Kelembagaan, Hardly Stefano Pariela, mengatakan penonton akan mendapatkan konten yang lebih beragam setelah perpindahan sistem dari analog ke digital, termasuk siaran-siaran yang ditujukan khusus untuk penonton anak.
"Saluran spesifik untuk anak terus kami dorong tetapi yang sudah ada harus terus diawasi dan orang tua perlu tetap mendampingi anak," kata Hardly.
Baca juga: Kenali Beda Stres dan Kecemasan