Di semua komunitas maupun lembaga ini terdapat nama Al Muiz Liddinillah. Muiz alumni Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negergi (UIN) Maulana Malik Ibrahim alias UIN Malang. Bergelar sarjana kimia, pria muda asal Gresik yang hobi membaca ini justru aktif menggerakkan kegiatan literasi lewat komunitas dan kedai kopi.
Bersama Viki Maulana, Muiz mendirikan komunitas literasi Gubuk Tulis pada 4 Februari 2016. Semula, Gubuk Tulis merupakan nama blog yang menampung tulisan-tulisan para mahasiswa. Sedangkan Kafe Oase didirikan pada 11 Januari 2017. Kedai kopi ini persis berhadapan dengan Lapangan Sepak Bola Merjosari dan Taman Singha Merjosari.
Ide pendirian Gubuk Tulis berasal dari hasil mengamati pertumbuhan jagat literasi dan perbukuan yang mulai semarak di Kota Malang, kota pendidikan terbesar di Provinsi Jawa Timur. “Kegiatan literasi dan perbukuan itu bertumbuh seiring dengan pertumbuhan komunitas-komunitas warga dan kedai kopi,” kata Muiz kepada Tempo, 23 Juni 2023.
Awalnya anggota Gubuk Tulis 5 orang saja dan waktu itu mereka masih jadi mahasiswa UIN Malang. Kini, sedikitnya ada 150 kontributor maupun anggota. Keanggotaannya bersifat cair, siapa pun yang menggandrungi literasi boleh bergabung.
Kegiatan gelar lapak buku gratis di Taman Singha Merjosari yang diadakan Komunitas Gubuk Tulis dan Toko Buku Oase pada Minggu, 18 November 2020. TEMPO/Abdi Purmono
Gubuk Tulis memang digerakkan oleh mahasiswa yang belajar di UIN Malang, Universitas Brawijaya, Universitas Negeri Malang (dulu IKIP Malang), dan Universitas Islam Malang. Mayoritas berasal dari wilayah Provinsi Jawa Timur hingga Nusantara Tenggara Barat. Sebagian besar anggota Gubuk Tulis sudah menamatkan studinya.
“Waktu itu kami belum mempunyai basecamp sendiri sehingga para anggota Gubuk Tulis memutuskan untuk rutin bertemu di kedai-kedai atau warung-warung kopi. Kami sering melakukan diskusi mulai dari bedah buku, bedah film, sampai sharing karya tulis,” kata Muiz, 29 tahun.
Isu maupun tema diskusi mereka beragam. Namun kebanyakan bertema sosial-kebudayaan dan keagamaan, seperti dialog lintas iman. Kegiatan mereka sering diselingi dengan pembacaan puisi yang diiringi musik atau musikalisasi puisi.
Muiz dan kawan-kawan kemudian menularkan budaya literasi ke taman-taman di Kota Malang melalui program perpustakaan berjalan yang diberi nama Tebar Baca. Tebar Baca dilaksanakan tiap Minggu pagi. Program ini pertama kali digelar di Taman Singha Merjosari, tetangga Kafe Oase. Kegiatan serupa dibuat di Hutan Kota Malabar, Taman Kunang-kunang, Taman Tunggul Wulung, lokasi car free day di Jalan Ijen, dan tempat lain yang banyak didatangi warga.
“Karena kami awalnya mahasiswa semua, kami bawa buku-buku serius. Kami pikir nanti banyak mahasiswa yang mampir ke lapak kami. Tapi ternyata meleset karena justru banyak anak-anak yang datang,” ujar Muiz yang terkekeh mengenang awal-awal kegiatan Gubuk Tulis.
Pada kegiatan berikutnya, Muiz dan kawan-kawan memboyong buku anak-anak. Mereka dibantu Eko Cahyono, pendiri Perpustakaan Anak Bangsa (PAB). Berlokasi di Dusun Karangrejo, Desa Sukopuro, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang, PAB banyak menuai penghargaan baik di tingkat kabupaten, provinsi, dan nasional.
Kegiatan Tebar Baca masih cukup rutin mereka lakukan kecuali selama dua tahun mewabahnya pandemi Covid-19 (2020-2021). Selain Tebar Baca, Gubuk Tulis juga membuat Sekolah Literasi Gubuk Tulis pada 2018 sebagai wadah untuk belajar menulis dan ngeblog. Pada 2018 sekolah literasi diadakan dua kali di tempat berbeda.
“Sekolah literasi kami buka untuk umum, jadi bukan hanya untuk anggota Gubuk Tulis,” kata Muiz, bapak muda pemilik seorang balita perempuan.
Kesulitan terbesar untuk mendirikan dan menggerakkan komunitas literasi adalah pembiayaan. Hampir seluruh biaya operasional Gubuk Tulis berasal dari donasi anggota yang jumlahnya tidak seberapa dan tentu saja bersifat sukarela. Sebagian biaya juga berasal dari kantong Kafe Oase, hasil penjualan buku dan penyewaan proyektor maupun peralatan lain pendukung kegiatan literasi. Penjualan buku dan penyewaan peralatan berpusat di Kafe Oase.
Muiz menekankan dirinya tidak sekadar menjual kopi dan jajanan lain. Kafe Oase menyediakan perpustakaan dan perlengkapan penunjang kegiatan literasi, seperti peralatan sound system, mikrofon, proyektor. Beberapa alat musik, terutama gitar, tersedia di Kafe Oase.