Kafe Oase kerap menggandeng komunitas saat menggelar diskusi atau bedah buku dan nonton bareng film. “Selain dengan komunitas, kami juga berjejaring dengan konten kreator, seperti Sabda Perubahan,” kata Muiz.
Perihal Toko Buku Oase
Muiz dan kawan-kawannaya berharap bisa membantu meningkatkan literasi di komunitasnya. Caranya, selain dengan menyediakan buku bacaan gratis di perpustakaan, pengunjung dapat membeli buku di sana. Toko Buku Oase (TBO) milik Muiz berkantor di kafe yang sama. Toko buki ini memang berawal dari kegiatan Gubuk Tulis. Muiz biasa menjajakan buku di sebuah acara diskusi. Bahkan, bahkan ia suka menawarkan langsung judul buku kepada peserta seusai acara. Namun, buku yang dijual TBO biasanya paling laris terjual di arena bedah buku. "Toko buku ini tumbuh berkembang selaras dengan napas literasi di Kota Malang, ya sekalian melengkapi infrastruktur peradaban literasi yang ada di kota Malang,” kata Muiz.
Karena itu pula, Muiz rela menyisihkan sebagian hasil penjualan buku untuk mendukung kegiatan Gubuk Tulis, semisal untuk pengadaan konsumsi, membiayai kegiatan Tebar Baca dari taman ke taman. Kafe Oase didirikan Muiz bersama tiga teman pada 11 Januari 2017. Empat sekawan ini berpatungan. Tapi, sejak akhir pandemi Covid-19, Kafe Oase resmi jadi milik Muiz dan dikelolanya sendiri.
Meski begitu, Muiz menukas, ia tetap mempertahankan nilai sosial. Toko Buku Oase tetap berkomitmen memberikan diskon lebih kepada siapa pun pembeli yang hobi membaca; aktif sebagai pegiat literasi, penggerak komunitas sastra, dan komunitas kajian lain. TBO siap mendukung setiap kegiatan yang diselenggarakan komunitas yang jadi jaringan maupun mitra Oase.
Logo Kafe Oase dan Toko Buku Oase difoto pada Sabtu, 10 Juni 2023. TEMPO/Abdi Purmono
Nama Oase dipilih sebagai nama kedai dan toko buku karena mengandung kedalaman makna yang luar biasa bagi Muiz dan kawan-kawan. Sebelum mereka sadar menggunakan nama Oase, Muiz dan kawan-kawan melihat fenomena kegersangan literasi dan rendahnya gairah intelektualitas mahasiswa. Sebuah ironi yang amat memprihatinkan di tengah banyaknya sekolah dan perguruan tinggi di Kota Malang.
Banyak mahasiswa yang kesulitan mendapat wadah untuk bisa mengekspresikan daya akal budi atau intelektual dan bakat seninya, serta kesusahan mencari kantong kebudayaan yang terbuka dan apresiatif. “Di situlah Oase hadir untuk menjadi penyegar atau telaga kesegaran intelektualisme yang ada di Kota Malang dalam bentuk kedai kopi dan toko buku. Keduanya berjalan beriringan dan saling menguatkan dalam rangka menyajikan kopi terbaik untuk jiwa, raga, dan akal-pikiran,” kata Muiz.
Seluruh pembiayaan TBO berasal dari kocek Muiz. Modalnya diawali dengan jadi penjual ulang atau reseller salah satu toko buku di kawasan Wilis. Muiz memotret buku yang terpajang di toko buku itu, lalu ditampilkan di akun media sosial untuk dijual. Uang ditransfer dulu, baru buku dikirim kepada pembeli.
Toko buku kecil itu mengusung tema “Aku membaca, aku tak sendiri.” Ada beragam buku dari penerbit indie yang kami sediakan, antara lain Marjin Kiri, Penerbit Obor, LKiS, Diva Press, Mata Bangsa, Globalindo, Alvabet, Pelangi Sastra, Kota Tua, Intrans, Langgar, dan Interlude.
Buku-buku dari penerbit itu tidak banyak beredar di toko buku mayor. Tapi, bagi Muiz, kandungan gizi dalam buku-buku dari penerbit alternatif itu patut dipertimbangkan dan kompetitif.
Diskusi buku juga menjadi salah satu cara untuk mengasah daya pikir komunitas. Sudah banyak narasumber yang mengisi kegiatan diskusi buku atau kajian lain di Kafe Oase. Antara lain, Soesilo Toer (adik kandung Pramoedya Ananta Toer), John Roosa (penulis buku Dalih Pembunuhan Massal), Mars Noersmono (penulis buku Bertahan Hidup di Pulau Buru), I Gusti Agung Ayu Ratih, Wahyu Susilo, Aan Anshori, Savic Ali, Virdika Rizky Utama (penulis buku Menjerat Gus Dur), Isfandiari Mahbub Djunaidi (putra jurnalis senior ternama, Mahbub Djunaidi), Candra Malik, Nadisyah Hosen, Irfan Afifi, Dandhy Dwi Laksono (pendiri WatchDoc), Felix Lamuri (Tempo Institute), dan Ignatius Haryanto (pendiri Lembaga Studi Pers dan Pembangunan/LSPP, sindikasi ISAI Jakarta).
Sedangkan tokoh maupun pegiat literasi di Malang Raya (Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu) yang pernah mengisi kegiatan di Kafe Oase, antara lain Profesor Djoko Saryono (Guru Besar Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang), Tengsoe Tjahjono, Yusri Fajar, Dhofier Zuhry, Mohamad Mahpur, Ulfa Muhayani, Mohamad Anas, Mrs. Charlotte, Kristanto Budiprabowo, dan tokoh Syiah Jawa Timur.
Pandemi Covid-19 membuat Muiz dan kawan-sempat mengalihkan tempat diskusi di media daring. Sudah ada banyak pula diskusi yang dilakukan di Pada Agustus 2020, Muiz mengundang pegiat literasi dari Malang dan sekitarnya untuk mendiskusi peran pemuda dalam memajukan literasi dan kemerdekaan. Lalu pada 23 Agustus 2020 dia pun mengundang penulis Soe Tjen Marching untuk mendiskusikan buku berjudul Seks, Tuhan, dan Negara bersama narasumber lain, yaitu Aan Anshori.
KPada pandemi 2021, Muiz dan kawan-kawan bersama jejaring komunitas menggelar Festival Indonesia Bahagia, 8 September sampai 10 Oktober 2021. Mereka mendiskusikan buku yang dibaca atau ditulis para narasumber dalam 10 episode. Beberapa buku yang dibahas adalah Buku Kronik Pedalaman yang dibahas oleh penulisnya langsung Misbahus Surur; hingga buku berjudul Islam Berkebudayaan yang dibahas oleh penulisnya langsung M. Jadul Maula (sekarang Ketua Pengurus Pusat Lesbumi NU).
Ujungnya, dari serangkaian kegiatan itu, Kafe Oase dan Toko Buku Oase mendirikan Oase Institute dan Oase Store. Oase Institute sebagai wadah baru dalam bidang penelitian dan pemberdayaan masyarakat kemudian “melahirkan” Yayasan Oase Cakrawala Nusantara. Sedangkan Oase Store sebagai lokapasar alias marketplace dari Toko Buku Oase dan produk kerajinan lainnya.
Perlu banyak usaha dan kolaborasi untuk meningkatkan literasi masyarakat Indonesia. Harapannya, akan lebih banyak Oase yang bisa membantu mengembangkan ilmu literasi kepada masyarakat, khususnya komunitas di wilayah Jawa Timur dan sekitarnya.
Pilihan Editor: Memperkecil Ketimpangan Literasi dan Inklusi Keuangan
ABDI PURMONO