TEMPO.CO, Jakarta - Ketika anak divonis menderita penyakit berat, orang tua mungkin bingung cara menyampaikannya. Psikolog klinis anak dan keluarga Anna Surti Ariani mengungkapkan cara orang tua memberi tahu penyakit yang cukup parah kepada anak dengan menggunakan bahasa yang sederhana.
“Sebenarnya ketika menjelaskan sesuatu yang sulit ke anak kita perlu bahasa yang sesederhana mungkin supaya bisa dipahami anak,” kata psikolog yang akrab disapa Nina itu.
Ketua Ikatan Psikolog Klinis Indonesia Wilayah DKI Jakarta itu juga menjelaskan walaupun memberitahukan hal buruk kepada anak, orang tua sebaiknya tetap membesarkan hatinya. Misalnya jika anak mengidap leukemia, orang tua bisa dengan jujur memberitahu penyakit itu dengan tetap mengatakan anak bisa sembuh apabila melewati proses pengobatan.
“Sampaikan juga apapun yang terjadi, 'Papa dan Mama akan usahakan supaya bisa sembuh dan akan selalu ditemani.' Itu bisa membuat anak merasa dia tetap dicintai,” jelasnya.
Lewat gambar
Penjelasan lain juga bisa diungkapkan lewat gambar. Misalnya, orang tua bersama anak bisa menggambar tubuh dan warnai bagian yang sakit. Kemudian, orang tua bisa menjelaskan bagaimana cara penyembuhannya. Untuk membangkitkan semangat anak jika ia merasa murung atau kesakitan, orang tua bisa kembali mengingatkan tujuan perawatan tersebut.
“Untuk membangkitkan semangat, kita ingatkan tujuannya. Jangan menihilkan sakitnya tapi fokus ke tujuan. Contoh, beri tahu, ‘Nanti kalau suntik akan sakit tapi itu yang bikin sembuh,’ atau, 'Minum obat pahit tapi nanti bisa sembuh',” paparnya.
Dengan penjelasan tentang penyakit dan pengobatan, anak bisa memiliki pandangan yang lebih positif tentang obat dan proses pengobatan yang dijalani. “Jangan denial (menyangkal) rasa sakit itu, tidak perlu bohong. Fokuskan ke tujuan pengobatan itu,” kata Nina.
Selain itu, ia juga menyarankan orang tua terbuka terhadap bantuan dan bekerja sama dengan sebanyak mungkin orang agar tidak mengasuh sendirian, apalagi jika anak lebih dari satu. Nina mengingatkan orang tua untuk tetap meluangkan waktu bagi anak-anak yang sehat.
“Eggak boleh kita sebagai caregiver (pengasuh) hanya berkorban terus-terusan hanya untuk satu dari sekian anak. Itu tidak sehat mental untuk kitanya,” ujar Nina.
Selama merawat anak yang sakit, orang tua tetap perlu waktu untuk beristirahat. Sedikit berjarak dari anak yang sakit untuk sementara waktu tidak masalah.
“Jadi, tetaplah punya waktu istirahat berjarak dari anak yang sakit dan itu tidak masalah. Pada saat berjarak, kita bisa melanjutkan fungsi sebagai orang tua dengan waktu yang berkualitas untuk anak lain,” tegasnya.
Pilihan Editor: Tak Sengaja Menelan Rambut dalam Makanan, Amankah?