TEMPO.CO, Jakarta - Waspadai dampak lain setiap peningkatan partikel polusi udara yang mempengaruhi tubuh selain masalah pernapasan hingga Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Salah satunya akan meningkatkan serangan jantung sebesar 4,5 persen selain penyakit paru-paru.
"Setiap peningkatan partikel 10 mikrogram akan meningkatkan mortalitas jantung dan serangan jantung 4,5 persen," kata Guru besar Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof. Agus Dwi Susanto, dalam diskusi tentang dampak polusi udara, Selasa, 8 Agustus 2023.
Ia mengatakan masalah kardiovaskular atau jantung muncul setelah masalah pada pernapasan akibat paparan polusi udara. Polutan dapat masuk melalui alveoli dan segera mengalir masuk ke pembuluh darah yang menyebabkan terjadinya inflamasi sistemik pada jantung. Hal ini menyebabkan terjadinya gangguan pada vaskular yang berhubungan dengan risiko terjadinya hipertensi, disfungsi endotel, dan terjadinya penyakit jantung.
Stroke dan gangguan kognitif
Selain serangan jantung, Agus mengatakan polutan juga memberi dampak tujuh kali lipat lebih besar pada stroke secara umum. Ia mengatakan hampir 47 persen penyakit datang dari paparan polusi udara.
"Tapi ini seringkali diremehkan. Hampir 47 persen penyakit datang karena polusi sehingga harus mendapatkan perhatian," ujar Agus.
Anggota Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) itu juga mengatakan polusi udara berdampak terhadap terhambatnya pertumbuhan kognitif anak di usia 2 tahun hingga usia sekolah. Polusi udara, bisa menembus ke otak yang bisa menyebabkan peradangan dan berdampak pada kognitif anak yang masih dalam proses pertumbuhan. Diperkirakan, 2 miliar anak di seluruh dunia terdampak polusi udara yang berdampak pada perkembangan kognitif.
"Riset menunjukkan peningkatan polutan berkaitan dengan tingkat intelegensia dan intelektual lebih rendah pada anak-anak di bawah usia 2 tahun maupun usia sekolah," paparnya.
Tak hanya menghambat perkembangan kognitif, paparan polusi udara, terutama di daerah polutan tinggi, dapat menyebabkan anak lahir stunting karena polutan akan memberikan gangguan pada sistem sirkulasi, di mana sistem sirkulasi tersebut membawa oksigen dalam darah hingga otak. Ketika sirkulasi pembawa oksigen lebih rendah, anak akan kekurangan oksigen secara defisit minor dan dalam jangka panjang pertumbuhannya menjadi lebih lambat.
"Stunting pada anak yang terpapar polutan risikonya dua kali lipat lebih tinggi," ujar Agus.
Ia mengatakan setiap lapisan masyarakat harus berperan aktif dalam mengurangi polusi dengan cara beralih dari kendaraan pribadi ke moda transportasi umum dan tidak membakar sampah sembarangan. Selain itu, jika berada di daerah tinggi polutan, kurangi aktivitas di luar ruangan, selalu memantau kualitas udara secara real time, dan gunakan masker N95 atau masker bedah untuk menyaring polutan masuk ke jalur pernapasan.
"Masker sangat berperan karena langkah pencegahan utama. Masker atau respirator yang terbaik adalah N95 meskipun bisa juga pakai masker bedah ataun masker kain dan ternyata dampaknya bagus pada pernapasan," tegasnya.
Ia juga menyarankan untuk melakukan pola hidup bersih dan sehat, istirahat cukup, makan makanan bergizi, serta tidak merokok. Jika muncul gejala akibat polusi udara, segera deteksi dini dan bawa ke rumah sakit bila terjadi perburukan.
Pilihan Editor: Tips Jaga Pertahanan Kulit Melawan Polusi Udara