TEMPO.CO, Jakarta - Setiap orang selalu ingin momen-momen paling berharga dalam hidup didokumentasikan dengan indah, termasuk pernikahan. Saat ini, semakin banyak pula permintaan akan jasa dokumentasi pernikahan yang apik dan profesional.
Fotografer profesional asal Surabaya Leo Hariyanto pun membagi tips bagi yang ingin merintis usaha fotografi dan videografi pernikahan, antara lain soal portofolio dan peralatan yang perlu dimiliki. Pada dasarnya, fotografi dan videografi pernikahan memiliki dasar-dasar prinsip yang serupa. Leo menjelaskan empat hal yang perlu dimiliki untuk memulai bisnis ini.
Portofolio
Fotografer dengan label bisnis Leo Hariyanto Photography ini telah memotret momen-momen pernikahan sejak 2007. Ia mengatakan hal paling mengakar yang perlu dimiliki sebelum membuka usaha dokumentasi pernikahan adalah portofolio. Portofolio diumpamakan mesin dalam mobil dan roh dalam manusia. Tanpa portofolio yang baik, fotografer atau videografer akan sulit mendapat kepercayaan calon pelanggan.
“Paling pertama yang dibutuhkan pasti portfolio, ini akan menunjukkan sejauh mana kemampuan fotografi atau videografi seseorang,” kata Leo.
Ia menyarankan bagi pemula untuk mulai mengumpulkan portofolio dokumentasi pernikahan dari bekerja penuh maupun paruh waktu pada vendor atau penyedia jasa foto pernikahan yang telah memiliki banyak klien. Para pemula juga bisa memulainya dengan memotret momen pernikahan keluarga atau kerabat-kerabat dekat terlebih dulu.
“Saran saya siapkan portofolio sebaik dan sebagus mungkin, asah diri semaksimal mungkin. Ketika portofolio kalian sudah siap untuk dijual, kalian akan punya segmen pasar tersendiri,” tuturnya.
Peralatan yang memadai
Bila berbicara tentang fotografi atau videografi, peralatan berupa kamera merupakan hal esensial. Untuk memulai bisnis bidang tersebut, Leo menyarankan untuk menyediakan setidaknya tiga buah lensa, yakni lensa ultrawide, medium, dan tele.
“Ketika butuh mengambil momen yang memperlihatkan pemandangan indah, bisa menggunakan lensa ultrawide, 16-35 mm atau 20 mm, lensa medium untuk momen yang cantik, dan lensa tele 70-200 untuk momen-momen candid,” Leo menjelaskan.
Komunikasi yang baik
Komunikasi yang baik merupakan kunci segala aspek di kehidupan, tidak terkecuali dalam berbisnis foto dan video pernikahan.
“Cara berkomunikasi itu sangat penting. Kita berkomunikasi dengan klien tidak hanya ketika dalam pemotretan saja tapi juga penting saat persiapan sebelumnya, mulai dari mendiskusikan konsep foto, menentukan lokasi, mengatur pakaian dan lain sebagainya,” ujar Leo.
Dia menyarankan untuk jujur dan terbuka dengan klien. Kejelasan teknis harus dibahas secara detail sejak awal sehingga tidak mengecewakan di kemudian hari.
Kemampuan menjaga suasana hati dan mengarahkan gaya
Bila menjadi fotografer atau videografer pernikahan, para klien tidak selalu seorang model atau selebriti yang terbiasa bergaya di depan kamera. Kebanyakan akan canggung, malu, tegang, kaku, atau bahkan merasa mudah lelah dan terintimidasi dengan kamera. Di sinilah kemampuan juru kamera diuji.
“Klien itu yang bayar kita, bukan model yang kita bayar untuk profesional. Bagaimana caranya buat mood mereka baik dan tidak kaku? Tentu mood kita sendiri harus baik terlebih dulu,” paparnya.
Dengan suasana hati yang baik, tanpa disadari itu akan tertular pada suasana hati klien pula. Dengan suasana hati kedua pihak yang baik, proses pemotretan akan semakin mulus. Leo menganjurkan untuk menyiapkan peralatan setidaknya satu hari sebelum jadwal pemotretan. Bawa pula peralatan yang ringkas dan tidak merepotkan. Peralatan yang ringkas akan memudahkan pekerjaan dan memungkinkan suasana hati terjaga.
“Saya pasti selalu bicara dengan klien, 'Tertawa lah kalau memang itu lucu, berpelukan kalau memang kalian merasa ingin, kalau kalian merasa ingin mencium, cium saja tidak apa. Ketika kamu capek ngobrol sama saya, kita istirahat tidak masalah',” katanya.
Pilihan Editor: Trik Mengambil Foto Konser dengan Ponsel agar Hasilnya Unik