TEMPO.CO, Jakarta - Perundungan dapat dilakukan oleh siapa saja dan di mana saja. Bentuknya pun beragam, mulai dari verbal, fisik, psikis, dan bahkan kombinasi dari bentuk-bentuk tersebut. Oleh karena itu, perundungan menjadi tanggung jawab semua orang agar bisa diatasi dan terjamin tidak terulang lagi.
Saat ini perundungan terhadap anak semakin mengkhawatirkan. Sebelumnya, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat ada enam belas kasus perundungan yang terjadi di sekolah dalam rentang Januari sampai dengan Juli 2023.
Catatan tersebut lebih mengejutkan lagi karena menunjukkan bahwa kasus terbanyak terjadi di SD dan SMP, yaitu masing-masing 25% dari total keseluruhan kasus. Kebanyakan korban dan pelaku adalah siswa sendiri.
Ada perbedaan mencolok antara jumlah korban dan pelaku yang merupakan siswa, yaitu 41 korban dan 87 pelaku. Hal tersebut menunjukkan kemungkinan bahwa perundungan yang terjadi di sekolah seringkali merupakan pengeroyokan atau dilakukan bersama-sama. Tentu hal ini sangat miris karena terjadi di sekolah dan pada tingkatan dasar.
Hak-Hak Anak Atas Jaminan Terhindar dari Perundungan
Perundungan merupakan tindak kekerasan yang seharusnya tidak didapatkan oleh anak-anak. Hal tersebut dijamin dalam UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Pasal 1 Ayat (15a) menyatakan secara jelas bahwa kekerasan terhadap anak adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.
Dalam undang-undang yang sama dijelaskan beberapa hak anak agar terhindar dari kekerasan, termasuk perundungan. Pasal 9 ayat (1a) mengkhususkan hak anak untuk mendapatkan perlindungan dari kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.
Pasal 15 lebih merincikan lagi bahwa setiap anak harus terlindung dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dalam sengketa bersenjata, pelibatan dalam kerusuhan sosial, pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan, pelibatan dalam peperangan, dan kejahatan seksual. Kemudian ada pasal 54 yang melengkapi pasal 9 menyatakan bahwa perlindungan peserta didik juga termasuk perlindungan dari kekerasan fisik, psikis, dan kekerasan lainnya.
Ketentuan hukuman yang mengancam pelaku perundungan pun diatur dalam undang-undang ini, tepatnya pada pasal 77. Kekerasan terhadap anak termasuk perundungan, terutama yang bersifat diskriminatif dapat dipidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak 100 juta rupiah.
ANTARA
Pilihan editor: Viral Video Aksi Perundungan Anak di Cilacap Ditangani Sesuai Aturan: Ini Imbauan Polda Jateng