TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah studi global di 2021 menyebut prevalensi mata juling di seluruh dunia diperkirakan mencapai 1,93 persen atau lebih dari 148 juta orang. Gejala mata juling antara lain mata tidak sejajar ke arah yang sama, gerakan mata tidak terkoordinasi, kehilangan penglihatan atau persepsi kedalaman, dan memiringkan kepala selama berbagai kegiatan. Akibatnya, penderita berpotensi terkena gangguan penglihatan lain seperti mata malas (ambliopia).
Dokter mata subspesialis strabismus dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Gusti G. Suardana, menyatakan mata juling (strabismus) merupakan kelainan pada mata yang bisa disembuhkan dengan metode pengobatan seperti kacamata dan operasi.
“Bila kacamata tidak dapat menghilangkan juling sepenuhnya maka operasi perlu dilakukan untuk menghilangkan juling yang belum terkoreksi,” kata Gusti.
Ia menekankan meski kedua metode tersebut dapat dilakukan, proses tindakan tak bisa langsung diputuskan karena pasien harus melakukan skrining mata terlebih dulu. Penggunaan kacamata hanya dapat diberikan jika juling disebabkan kelainan refraksi (hiperopia atau miopia) yang tidak dikoreksi.
Kacamata dapat mengurangi juling atau menghilangkan kebutuhan operasi juling. Setelah pemakaian, setiap pasien harus diperiksa kembali keadaan mata dan kelainan refraksinya. Kacamata juga harus selalu dipakai dalam segala aktivitas untuk membantu meluruskan mata.
Untuk operasi, Gusti menjelaskan sebaiknya dilakukan bila penglihatan pada kedua bola mata telah seimbang sehingga penglihatan binokular dapat berkembang. Sebaliknya, jika juling hilang timbul, operasi tidak harus dilakukan segera karena anak masih memiliki penglihatan binokular pada sebagian waktu.
“Pada orang dewasa, bila juling telah terjadi sedemikian lama atau sejak kecil dan tidak mungkin mendapatkan penglihatan binokular maka operasi dilakukan untuk tujuan memperbaiki penampilan atau kosmetik,” ujar dokter di JEC Eye Hospital ini.
Tak pulih 100 persen
Walaupun demikian, Gusti tidak dapat menjamin pasien dapat pulih 100 persen dari juling pascaoperasi karena penyembuhan tergantung kondisi masing-masing pasien. Ia juga meminta masyarakat tidak termakan pengetahuan palsu yang mengatakan mata juling tidak dapat disembuhkan sehingga membentuk stigma orang juling berbeda dan menyebabkan kepercayaan diri menurun hingga tekanan psikologis.
“Mohon dipahami bahwa mata juling terjadi akibat posisi kedua bola mata tidak sinkron dan terlihat menyimpang dari posisi yang seharusnya. Kondisi itu dapat terjadi pada berbagai macam usia, jenis kelamin, secara mendadak atau sejak lama dengan berbagai potensi penyebabnya,” paparnya.
Gusti menambahkan pergerakan mata untuk fokus membutuhkan koordinasi yang diatur oleh 12 otot mata. Jika terkena juling, salah satu mata akan mengarah ke arah yang berlainan dengan mata yang lain.
“Garis penglihatan tidak pararel sehingga kedua bola mata tidak bisa berfokus pada objek yang sama,” ucapnya.
Pilihan Editor: Mata Juling Terjadi Karena Keturunan? Simak Kata Dokter Mata