TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis jantung dan pembuluh darah Jajang Sinardja mengatakan tindakan Primary Percutaneous Coronary Intervention atau Primary PCI dapat membantu mempertahankan kualitas hidup pasien serangan jantung. Serangan jantung terjadi karena adanya pembentukan plak pada pembuluh darah di jantung akibat penumpukan lemak jahat (LDL) sehingga menyumbat aliran darah dan bisa menyebabkan jantung berhenti mendadak.
“Serangan jantung itu kondisi yang sangat berbahaya dengan risiko kematian yang tinggi. Tapi dengan berkembangnya teknologi kedokteran ternyata penanganannya bisa sangat menolong,” kata dokter di Heartology Cardiovascular Hospital Jakarta itu, Jumat, 21 Oktober 2023.
Jajang menuturkan semakin cepat tindakan kateterisasi dilakukan, keberhasilan penanganan pasien serangan jantung dapat lebih baik dibanding yang sudah dibawa ke rumah sakit namun menolak untuk segera menjalani tindakan. Semakin cepat dan tepat ditangani, maka angka kematian hanya sekitar 3 persen karena prosedur itu sudah teruji dan terbukti berhasil sejak puluhan tahun lalu.
Sayangnya, banyak pasien yang memilih untuk tidak melakukan Primary PCI secepat mungkin dengan alasan takut hal buruk terjadi, memikirkan besar biaya yang akan dikeluarkan, dan lebih memilih menggunakan obat atau jenis penanganan lain. Jajang menilai sikap tersebut timbul karena pengetahuan soal serangan jantung dan cara penanganannya masih terbilang rendah di Indonesia. Padahal, bila diperhatikan PCI dapat menyelamatkan pasien saat itu juga.
Pelajari dulu metodenya
Jajang pun meminta masyarakat mempelajari metode itu lebih mendalam agar tidak panik atau takut ketika sewaktu-waktu datang ke rumah sakit untuk meminta pertolongan. Ia menjelaskan Primary PCI adalah prosedur yang dilakukan dengan tujuan utama untuk menyelamatkan pasien serangan jantung dengan membuka kembali arteri koroner sehingga aliran darah ke otot jantung kembali normal.
Tindakan dalam prosedur intervensi nonbedah tersebut dilakukan dengan cukup memasukkan selang kecil yang fleksibel (kateter) melalui pembuluh pergelangan tangan ataupun pangkal paha menuju arteri koroner yang tersumbat, dan membuka sumbatan tersebut dengan balon maupun stent.
Meski tingkat keberhasilannya tinggi, untuk mendapatkan hasil yang maksimal, Jajang menekankan prosedur tersebut harus dilakukan sesegera mungkin, yaitu selama fase door to balloon time, istilah untuk mengukur waktu yang paling optimal dalam penanganan serangan jantung, mulai dari pasien masuk IGD hingga dipasangi balon untuk membuka arteri koroner yang tersumbat. Bila disesuaikan dengan standar internasional, penanganan dilakukan segera dalam kurun waktu maksimal 90 menit di ruang kateter (cath lab).
“Serangan jantung merupakan kasus emergensi yang harus segera ditangani oleh tim medis dan dokter spesialis jantung. Fasilitas diagnostik dan cath lab yang lengkap, cepat, dan akurat akan sangat mempengaruhi prognosis atau harapan hidup pasien,” tegasnya.
Pilihan Editor: Alasan Obat Herbal Tak Disarankan untuk Pasien Jantung