Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Asal Usul dan Dinamika Penggunaan Istilah Cina dan Tionghoa di Indonesia

image-gnews
Warga menjalankan sembahyang malam pergantian Tahun Baru Imlek di Klenteng Tay Kai Sie, Semarang, Jawa Tengah, Jumat, 9 Februari 2024. Sembahyang malam pergantian Tahun Baru Imlek tersebut sebagai ungkapan rasa syukur atas rejeki dan keselamatan dari tuhan serta memohon untuk kehidupan yang lebih baik di tahun Naga Kayo. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Warga menjalankan sembahyang malam pergantian Tahun Baru Imlek di Klenteng Tay Kai Sie, Semarang, Jawa Tengah, Jumat, 9 Februari 2024. Sembahyang malam pergantian Tahun Baru Imlek tersebut sebagai ungkapan rasa syukur atas rejeki dan keselamatan dari tuhan serta memohon untuk kehidupan yang lebih baik di tahun Naga Kayo. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Di Indonesia, kerap digunakan istilah Cina atau Tionghoa. Ada berbagai dinamika konotasi atau pemaknaan dalam penggunaan istilah tersebut. Pemerintah sampai turun tangan dalam penggunaan dua istilah itu. 

Istilah penggantian kata “Cina” dengan “Tiongkok” ditetapkan melalui Keputusan Presiden (KEPPRES) Nomor 12 Tahun 2014 tentang Pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet AMPERA Nomor SE-06/Pres.Kab/6/1967, Tanggal 28 Juni 1967.

Dalam surat tersebut, perimbangan penggunaan istilah itu berkaitan dengan perlakuan diskriminatif terhadap seseorang, kelompok, komunitas yang kerap digencarkan pada masa Orde Baru. Salah satu kelompok minoritas yang paling terdampak adalah Masyarakat Tionghoa atau Tiongkok.

Sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Asvi Warman Adam, memberikan apresiasi terhadap Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2014 yang mencabut Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE-06/Pred.Kab/6/1967 tanggal 28 Juni 1967. Keputusan tersebut dianggapnya sebagai langkah yang sesuai secara historis dan menghapus stigma diskriminasi dari masa Orde Baru.

Menurut Asvi, keputusan tersebut memperbaiki penyebutan menjadi Tionghoa dan Tiongkok untuk merujuk kepada masyarakat dan negara Cina. Dengan berlakunya keputusan ini, dalam semua kegiatan pemerintahan, istilah orang atau komunitas Tjina/China/Cina diganti menjadi orang atau komunitas Tionghoa. Sedangkan negara Republik Rakyat Cina sekarang disebut Republik Rakyat Tiongkok.

Asvi menjelaskan bahwa penggantian Tiongkok dan Tionghoa dengan Cina pada masa Soeharto bertujuan untuk mengurangi rasa rendah diri suku lain terhadap suku Cina dan kesan superioritas dari suku Cina itu sendiri. Namun, menurut Asvi, penamaan ini tidak tepat dan terkesan dipaksakan.

Asvi menambahkan bahwa pemerintah Orde Baru justru melakukan tindakan diskriminasi terhadap masyarakat keturunan Tionghoa dengan menyensor dokumen berbahasa Tiongkok dan melarang kebudayaan Tiongkok ditampilkan.

Meskipun beberapa pihak menilai keputusan presiden ini sebagai bagian dari strategi politik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mendapatkan dukungan dari etnis Tionghoa menjelang pemilu, Asvi berpandangan bahwa secara umum keputusan ini memiliki dampak positif. Baginya, lebih baik menyebut suatu kelompok sebagaimana mereka ingin disebut.

Dilansir dari situs Yayasan Nabil, asal usul kata "Cina" berasal dari bahasa Sansekerta "china", yang berarti "Daerah yang sangat jauh", menurut Prof. Dr. A.M. Cecillia Hermina Sutami, seorang Guru Besar di Universitas Indonesia.

Kata ini telah ada dalam buku Mahabharata sekitar 1400 tahun sebelum Masehi. Dari sini, kata "china" menyebar dari Asia ke Eropa dengan mengalami penyesuaian fonologis. Marco Polo menyebutnya "chin", kemudian disebut oleh Barbosa (1516) dan Gracia de Orta (1563) dengan "china". Istilah "Cina" atau serupa diperkenalkan oleh bangsa-bangsa Barat yang datang ke Nusantara sejak awal Abad ke-16.

Pada awalnya, masyarakat di Nusantara menggunakan istilah "Cina" tanpa konotasi buruk, namun dengan penerapan politik "Divide et Impera" oleh kolonialisme Belanda, hubungan Tionghoa-penduduk setempat menjadi buruk. Sentimen negatif terhadap istilah "Cina" muncul, dan sebagai respons, sekelompok kaum terdidik mendukung penggunaan istilah "Tionghoa". Organisasi modern Tionghoa pertama di Indonesia, "Tiong Hoa Hwee Koan", didirikan di Batavia pada tahun 1900. Istilah ini dipilih karena sebagian besar komunitas Tionghoa berbahasa Melayu berasal dari keturunan perantau Hokkian.

Pada tahun 1920-an, koran Melayu Tionghoa terbesar, Sin Po, memulai penggunaan istilah "Indonesia" sebagai pengganti istilah merendahkan "Inlander". Terjadi kesepakatan antara pemuka "Kaum Pergerakan" dan Sin Po untuk menghindari penggunaan istilah "Cina" yang merendahkan, dengan menggantinya dengan "Tionghoa". Pemerintah kolonial Belanda di tahun 1928 juga mengakui penggunaan istilah "Tionghoa" dan "Tiongkok" untuk hal-hal resmi.

Pada tahun 1966, terjadi usulan untuk mengganti sebutan "Republik Rakjat Tiongkok" dan warga-negaranya menjadi "Republik Rakjat Tjina" dan "warga negara Tjina". Meskipun penggunaan istilah "Tionghoa" tetap dipertahankan untuk WNI keturunan Tionghoa, penggunaan istilah "Cina" menjadi lebih dominan, terutama setelah Gerakan 30 September 1965.

Dalam beberapa dekade terakhir, istilah "China" atau "Caina" muncul sebagai alternatif yang dianggap netral oleh beberapa kalangan, meskipun masih diperdebatkan dalam konteks kaidah Bahasa Indonesia.

Pada akhirnya, masalah terletak pada Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera No. SE.06/Pres.Kab/6/1967 yang memengaruhi persepsi terhadap penggunaan istilah tersebut. Pemerintah diminta mempertimbangkan untuk mencabut surat edaran tersebut, sementara keputusan penggunaan istilah-istilah tersebut sebaiknya diserahkan kepada pengertian dan itikad baik masing-masing pihak.

ANANDA BINTANG | TIKA PRIMANDARI

Pilihan Editor: Sejarah Kalender Cina dan Perayaan Imlek dari Dinasti Shang hingga Pernah Dihapus Mao Zedong

 

Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Filipina Pastikan Belum Ada Kata Sepakat dengan Beijing soal Laut Cina Selatan

6 jam lalu

Sebuah kapal pasokan Filipina berlayar di dekat kapal Penjaga Pantai Cina selama misi pasokan untuk pasukan Filipina yang ditempatkan di kapal perang yang dilarang terbang di Laut Cina Selatan, 4 Oktober 2023. REUTERS/Adrian Portugal
Filipina Pastikan Belum Ada Kata Sepakat dengan Beijing soal Laut Cina Selatan

Filipina menyangkal klaim Beijing yang menyebut kedua negara telah mencapai kata sepakat terkait sengketa Laut Cina Selatan


Cina Turun Tangan Pertemukan Fatah dan Hamas di Beijing

10 jam lalu

Ismail Haniyeh REUTERS
Cina Turun Tangan Pertemukan Fatah dan Hamas di Beijing

Pemerintah Cina turun tangan mempertemukan dua kelompok berseteru di Palestina yaitu Fatah dan Hamas


Terkini: Pesan Zulkifli Hasan ke Pejabat Baru Dilantik terkait konflik Timur Tengah, AHY Serahkan 300 Sertifikat Gratis di Sulawesi Tenggara

12 jam lalu

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan.
Terkini: Pesan Zulkifli Hasan ke Pejabat Baru Dilantik terkait konflik Timur Tengah, AHY Serahkan 300 Sertifikat Gratis di Sulawesi Tenggara

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atau Zulhas melantik Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama atau Pejabat Eselon I dan II Kementerian Perdagangan.


Terkini: Lahan Padi Cina 1 Juta Hektar di Kalimantan Menuai Polemik, Cara Daftar Subsidi LPG 3 Kilogram

1 hari lalu

Ilustrasi lahan padi. TEMPO/Magang/Joseph.
Terkini: Lahan Padi Cina 1 Juta Hektar di Kalimantan Menuai Polemik, Cara Daftar Subsidi LPG 3 Kilogram

Rencana pembukaan lahan 1 juta hektar untuk padi Cina di Kalimantan menuai pro dan kontra. Cara mendaftar menjadi penerima subsidi LPG 3 kilogram.


Menlu Retno Setuju Upaya Bersama Berantas Judi Online: Ini Kejahatan Transnasional

1 hari lalu

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi usai mendampingi Presiden Jokowi bertemu Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan di Istana Kepresiden Jakarta, Jumat, 26 April 2024. TEMPO/Daniel A. Fajri
Menlu Retno Setuju Upaya Bersama Berantas Judi Online: Ini Kejahatan Transnasional

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menilai penting penanganan judi online dapat diselesaikan secara bekerja sama.


Terkini: Usulan BTN Program 3 Juta Rumah Prabowo-Gibran, Pro Kontra Rencana Buka Lahan 1 Juta Ha untuk Padi Cina

1 hari lalu

Pedagang menjajakan foto pasangan Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wakil Presiden 2024-2029 di lapaknya di kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat, Sabtu, 6 April 2024. Meski proses gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 masih berjalan dan pelantikan presiden terpilih belum dilaksanakan, foto pasangan Prabowo-Gibran sebagai presiden dan wakil presiden 2024-2029 sudah mulai dipasarkan. TEMPO/Martin Yogi
Terkini: Usulan BTN Program 3 Juta Rumah Prabowo-Gibran, Pro Kontra Rencana Buka Lahan 1 Juta Ha untuk Padi Cina

BTN mengusulkan skema dana abadi untuk membiayai program 3 juta rumah yang dicanangkan oleh pasangan Capres-cawapres terpilih Prabowo-Gibran.


Huawei Kembali ke Posisi Atas Penguasa Pasar Ponsel di Cina

2 hari lalu

Huawei Nova 12. gsmarena.com
Huawei Kembali ke Posisi Atas Penguasa Pasar Ponsel di Cina

Honor dan Huawei menempati posisi pertama pangsa pasar ponsel pintar di negara asalnya, Cina., menurut IDC


Antony Blinken Minta Beijing Beri Kesetaraan Kesempatan untuk Pengusaha Amerika di Cina

2 hari lalu

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken bertemu dengan Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi di Departemen Luar Negeri di Washington, AS, 26 Oktober 2023. REUTERS/Sarah Silbiger
Antony Blinken Minta Beijing Beri Kesetaraan Kesempatan untuk Pengusaha Amerika di Cina

Antony Blinken menyerukan pada Cina agar memberikan kesempatan yang sama pada para pelaku bisnis dari Amerika Serikat di Cina.


Terpopuler: Kontroversi 1 Juta Hektare Padi Cina di Kalimantan, Deretan Alasan BI Naikkan Suku Bunga

2 hari lalu

Menko Marves Luhut Pandjaitan mengunggah sejumlah foto ketika bersama Menlu Cina Wang Yi sebelum memulai Dialog Tingkat Tinggi dan Mekanisme Kerja Sama Keempat Indonesia-China (HDCM) di Labuan Bajo, Sabtu, 20 April 2024. Instagram
Terpopuler: Kontroversi 1 Juta Hektare Padi Cina di Kalimantan, Deretan Alasan BI Naikkan Suku Bunga

Berita terpopuler bisnis pada 24 April 2024, dimulai rencana Cina memberikan teknologi padi untuk sejuta hektare lahan sawah di Kalimantan.


Benarkah Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Akan Lebih Sukses Dibanding Jakarta-Bandung?

2 hari lalu

Suasana mudik lebaran di Stasiun Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) Halim, Jakarta, Sabtu, 6 April 2024. Kereta cepat Whoosh untuk pertama kalinya bakal melayani penumpang mudik lebaran. TEMPO/Martin Yogi Pardamean
Benarkah Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Akan Lebih Sukses Dibanding Jakarta-Bandung?

Pengamat dari MTI membeberkan alasan proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya bakal lebih sukses ketimbang Jakarta-Bandung.