TEMPO.CO, Jakarta - Ada sejumlah latar belakang dan motif tidak makan nasi seharian. Bisa diet karbo atau memang tidak ada nasi yang bisa dimakan. Hal itu pernah menjadi program pemerintah kota.
Dua belas tahun lalu, di Depok pernah dicanangkan program One Day No Rice atau Satu Hari tanpa Nasi. Program tersebut diatur dalam Surat Edaran Nomor 010/26-UM yang dikeluarkan oleh Bagian Umum Sekretariat Daerah Pemerintah Kota Depok. Aturan ini berlaku bagi pengelola kantin di instansi pemerintah.
Kepala Subbagian Humas Pemerintah Kota Depok saat itu, Derico, menjelaskan kebijakan tersebut diberlakukan karena produksi beras di wilayah Depok sangat terbatas. Oleh karena itu, konsumsi beras perlu dikurangi.
Derico menegaskan bahwa kebijakan ini baru diterapkan di lingkup aparatur pemerintah dan sifatnya tidak mengikat serta belum ada sanksi yang diberlakukan karena masih bersifat internal. Tujuan utamanya adalah menciptakan kesadaran di kalangan masyarakat tentang pentingnya mengalihkan konsumsi beras ke alternatif makanan.
Derico juga menegaskan bahwa langkah ini diambil untuk melindungi ketahanan pangan masyarakat Depok, mengingat kenaikan harga beras akan berdampak pada kenaikan harga bahan pangan lainnya.
Mengakibatkan 12 Siswa Pingsan
Program itu kemudian dibuat acara seremonial dengan serius. Pada 22 April 2012, Pemkot Depok menggagas pemecahan rekor Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) yang melibatkan 24.520 siswa di Lapangan Tembak 600 meter Kartika Kostrad Cilodong Depok. Dalam acara gebyar tersebut, 12 siswa di Depok mengalami pingsan.
Dia Sadiah yang saat itu menjabat sebagai Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Protokol Kota Depok, mengonfirmasi adanya beberapa siswa yang pingsan selama acara berlangsung. Namun, dia tidak memiliki angka pasti terkait jumlahnya. "Siswa yang pingsan telah langsung mendapatkan penanganan medis. Namun, hanya beberapa orang saja,” kata Dia pada Minggu, 22 April 2012.
Dia menjelaskan bahwa kemungkinan kejadian tersebut disebabkan oleh kondisi kesehatan peserta, terutama karena adanya kumpulan sebanyak 24.520 siswa di lokasi yang sama. Dia menambahkan, "Kondisi fisik setiap anak berbeda-beda."
Empat siswa dari SMPN 3 Depok harus mendapatkan infus karena mengalami kelemahan setelah mengikuti acara tersebut. Rata-rata mereka lemah karena tidak sarapan sebelumnya di rumah. Untungnya, Pemerintah Kota Depok telah menyediakan ambulans dan petugas medis di lokasi acara. Dia Sadiah menegaskan, "Kami telah mengantisipasi hal ini dengan menyediakan petugas kesehatan dan setiap pos memiliki perannya masing-masing."
Salah satu siswa yang pingsan, Rafi, dari kelas I SMPN 4 Depok, mengalami pusing dan mual. Rafi merasa lemah karena tidak biasa sarapan tanpa nasi, dan pada acara tersebut dia mengonsumsi makanan berbahan dasar singkong. "Biasanya di rumah saya hanya minum susu dan makan roti. Ini hal yang tidak biasa bagi saya," ujarnya.
Meskipun Rafi mendukung tujuan acara untuk mendapatkan penghargaan MURI, dia berharap ke depannya dapat kembali makan nasi dan tidak diharuskan mengonsumsi umbi-umbian.
Abdul, seorang siswa dari SDN 29 Depok, juga merasakan kepala pusing. Dia merasa lemas karena tidak terbiasa mengonsumsi singkong dan tidak makan apa pun sejak dari rumah. Gurunya menyuruhnya untuk sarapan tanpa nasi di acara tersebut. "Saya tidak terbiasa hanya makan singkong," ungkapnya.
Petugas ambulans di tempat acara menyatakan bahwa jumlah siswa yang jatuh sakit sekitar 12 orang. Mereka mulai merasakan kelemahan dan pingsan sejak pukul 9.00 WIB. Kebanyakan dari mereka berangkat dari rumah sejak pukul 06.30 WIB dan belum sarapan karena diinstruksikan oleh guru masing-masing untuk tidak mengonsumsi nasi.
Sebelumnya, program yang diterapkan oleh Pemerintah Kota Depok mendapatkan kritik dari berbagai pihak. Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia saat itu, Bambang Wibawarta menilai program tersebut kurang matang dan tidak akan efektif.
Menurut Bambang, kebijakan yang diinisiasi oleh Wali Kota Depok saat itu, Nur Mahmudi Ismail, berpotensi menimbulkan dampak negatif di masyarakat. "Seharusnya mereka melakukan survei dulu, siap tidak makanan pengganti seperti singkong dikonsumsi masyarakat," katanya pada Rabu, 15 Februari 2012.
Dia menekankan perlunya persiapan yang matang, termasuk menyediakan makanan pengganti yang memadai, melakukan sosialisasi yang luas, dan memperhitungkan aspek gizi. Menurutnya, Pemerintah Kota Depok belum melakukan persiapan yang memadai sehingga kebijakan tersebut dianggap tidak efektif.
Bambang menyoroti tantangan yang dihadapi, yaitu pola pikir dan budaya masyarakat yang sudah terbiasa mengonsumsi nasi. Menurutnya, kebijakan ini akan mengejutkan masyarakat yang terbiasa dengan pola konsumsi nasi. Kritik juga datang dari LSM Komite Aksi Pemberantasan Organ Korupsi (Kapok).
Koordinator Kapok, Kasno, menilai kebijakan tersebut absurd, terutama terkait larangan penjual nasi menggunakan lift untuk mengantarkan nasi ke ruang instansi pemerintah dengan alasan menghemat listrik. Kasno menyebut kebijakan tersebut diskriminatif dan merugikan para pedagang kecil di Depok yang telah lama menjadi penyedia makanan bagi pegawai negeri sipil.
ANANDA BINTANG | ILHAM TIRTA
Pilihan Editor: Jangan Musuhi Karbohidrat bila Sedang Diet, Ini Musuh Sebenarnya