TEMPO.CO, Jakarta - Waktu kecil, Anda mungkin terbiasa diberi permen atau cokelat setelah membantu orang tua membersihkan rumah atau diajak makan ke restoran favorit bila mendapat nilai ujian bagus. Bagaimana setelah dewasa, masihkah perlu hadiah makanan, terutama menghadiahi diri sendiri?
Anda mungkin merasa perlu menghadiahi diri dengan makanan atau minuman enak setelah hari yang berat dan panjang, kesibukan yang telah berakhir, atau tumpukan pekerjaan yang sudah selesai digarap. Namun pakar mengingatkan cara ini tak baik buat mental.
Terapis gangguan makan Cherie Miller mengatakan kepada HuffPost tak ada keharusan orang memberi penghargaan diri dengan makanan. Setiap orang pasti punya hubungan yang berbeda dengan makanan. Buat yang pernah punya gangguan makan, cara ini mungkin tidak cocok sedangkan yang normal kemungkinan tak ada masalah dengan hal itu. Namun, ia sendiri bukan pendukung gagasan tersebut.
Pilih hadiah lain
Amy Grimonty, pekerja sosial dengan spesialisasi gangguan makan, berpendapat serupa. Menurutnya, susah berdamai dengan makanan ketika beberapa jenis makanan sebenarnya kurang sehat.
"Memilih jenis makanan tertentu bisa berbahaya dan menyebabkan gangguan makan emosional," ujarnya.
Sebagian orang mungkin menghargai diri dengan makanan setelah menjalani sesuatu yang sangat menguras emosi, seperti akhir minggu yang sibuk atau masalah melelahkan dengan keluarga atau teman. Menurut Grimonty, makanan memang bisa membuat nyaman dan senang.
Namun ia menekankan pentingnya mengetahui akar masalah yang berujung menjadikan makanan sebagai pelampiasan. Contohnya, lari ke makanan atau minuman beralkohol karena kesepian, depresi, atau membenci pekerjaan, maka dampaknya hanya sementara.
Para pakar itu pun menyarankan mengganti hadiah makanan dengan hal lain yang sama menyenangkan. Misalnya, perawatan diri, melakukan hobi, atau jalan-jalan. Membuat diri bahagia tak harus dengan hadiah.
Pilihan Editor: Alasan Pemudik Tak Dianjurkan Menenggak Minuman Berenergi saat Lelah