TEMPO.CO, Jakarta - Suplemen dengan klaim penguat sistem imun sebaiknya dihindari dalam pengobatan lupus atau orang yang berisiko terserang lupus secara genetik.
"Konsumsi suplemen yang memiliki klaim meningkatkan kekebalan tubuh itu sebaiknya dihindari," kata spesialis penyakit dalam konsultan reumatologi Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo Jakarta, RM Suryo Anggoro, dalam seminar RSCM terkait lupus, Senin, 13 Mei 2024.
Ia menjelaskan penyakit lupus terjadi akibat sistem imun yang salah mengenali sesuatu sebagai penyakit sehingga organ tubuh sendiri pun ikut diserang. "Maka yang dianjurkan adalah obat-obatan yang menekan sistem imun supaya itu tidak menyerang tubuh sendiri," jelasnya.
Penyakit lupus biasanya didiagnosis antara usia 15-44 tahun dan berlangsung seumur hidup. Lupus lebih sering menyerang wanita dan hampir 90 persen penderita adalah wanita sementara hanya 10 persen pria yang terdiagnosis penyakit ini.
Jaga kondisi tubuh
Suryo mengatakan terdapat satu titik di mana kondisi gejala lupus terlihat minimal dan dinamakan remisi. Namun, kondisi remisi pada lupus belum tentu sama dengan berhenti berobat.
"Ketika sudah remisi itu bukan berarti obatnya stop. Akan perlu dipertahankan sampai jangka waktu tertentu yang remisinya terus-menerus, barulah dosisnya bisa kita turunkan atau mungkin suatu saat bisa dihentikan," ujar Suryo.
Ia berharap penyintas lupus tetap menjaga kondisi tubuh agar gejala penyakit tidak muncul kembali dan meneruskan masa pengobatan dengan berkonsultasi ke dokter. "Tentu kalau ada keluhan berobat ke dokter umum dulu. Nanti mereka yang akan menentukan itu ke arah penyakit tertentu atau tidak, atau pasien dirujuk ke faskes berikutnya," papar Suryo.
Pengobatan dilakukan untuk mengendalikan peradangan, meringankan gejala lupus, dan mencegah kerusakan organ.
Pilihan Editor: Sebab Anak Perempuan Lebih Rentan Terserang Lupus