Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

5 Hal Perkembangan terkini Traktat Pandemi

Reporter

Editor

Mitra Tarigan

image-gnews
Ilustrasi pasangan memakai masker di tengah pandemi Covid-19. Shutterstock
Ilustrasi pasangan memakai masker di tengah pandemi Covid-19. Shutterstock
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Jurnal kesehatan internasional Nature 21 Mei 2024 merilis artikel berjudul A global pandemic treaty is in sight: don’t scupper it. "Artikel tersebut membahas tentang negosiasi alot dan panjang yang mengatur pandemi, baik dalam bentuk persetujuan, konvensi ataupun traktat pandemi (“pandemic treaty”)," kata Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Tjandra Yoga Aditama dalam keterangan pers yang diterima Tempo pada 24 Mei 2024. 

Menurutnya, ada 5 hal sehubungan perkembangan Traktat Pandemi sekarang ini, seperti yang dibahas Jurnal Nature di atas.

"Pertama, bila berhasil difinalkan maka bentuknya mungkin adalah akan seperti konvensi Persatuan Bangsa Bangsa yang lain," katanya. 

Tjandra Yoga mengatakan keputusan dalam traktat pandemi akan dibuat dalam pertemuan berkala “conferences of the parties”, seperti misalnya “UN climate conferences”. "Pihak Badan Kesehatan Dunia alias (WHO) akan bertindak sebagai sekertariat, selain berbagai fungsi lain yang kini diemban dalam kesehatan masyarakat global," katanya. 

Perkembangan kedua adalah hingga kini masih ada beberapa hal yang masih belum ada kesepakatan. "Seperti artikel 11,12 dan 13 dalam draft traktat pandemi ini," katanya. 

Lalu pada Artikel 11 membahas tentang pengaturan transfer teknologi yang memungkinan negara berpenghasilan rendah dan menengah ketika pandemi dapat memproduksi produk kesehatan yang diperlukan, seperti obat, vaksin dan alat tes diagnosis dalam waktu singkat. Tjandra Yoga menilai transfer teknologi ini jangan sampai terlambat dan korban sudah terlanjur jatuh," katanya. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hal keempat adalah artikel  12. Pasal ini mengatur proposal dimana negara diminta segera menyerahkan sampel dan sekuen genomik dari patogen yang berpotensi pandemik, tetapi juga perlu dibarengi dengan menerima berbagai produk kesehatan yang diperlukan untuk mengatasi pandemi dalam biaya yang terjangkau atau bahkan percuma. Menurut Tjandra Yoga, soal penyerahan sampel patogen ini masih alot pembahasannya karena harus diimbangi dengan teknologi transfer. Kondisi ini kerap menjadi tantangan bagi negara-negara yang banyak melakukan riset dan produksi bahan farmakologik.

Terakhir adalah artikel 13 yang juga masih alot dibahas. Aturan di pasal ini membahas tentang negara-negara harus mempublikasikan persetujuan pembelian (“purchase agreements”) dengan perusahaan yang memproduksi obat, vaksin dan tes diagnosis, untuk menjamin terlaksananya prinsip transparansi. "Kalau tidak ada transparansi semacam ini maka produsen dapat saja menentukan harga sesuai keinginan mereka sehingga nantinya hanya negara kaya yang bisa dapat produk kesehatan yang diperlukan untuk menangani pandemi, sementara negara berkembang akan terlantar jadinya, atau setidaknya amat lambat menerima obat dan vaksin yang diperlukan," kata Tjandra Yoga khawatir.

Saat ini beberapa pertemuan lanjutan terus dilakukan sebelum akhirnya versi terakhir akan diajukan ke  Sidang Kesehatan Dunia “World Health Assembly (WHA) ke 77” 27 Mei–1 Juni 2024 yang akan dihadiri menteri kesehatan dan delegasi seluruh anggota Badan Kesehatan Dunia, termasuk Indonesia. "Masih akan ada negosiasi dan pembahasan, dan kita akan akan lihat apakah sesudah WHA selesai pada 1 Juni maka dunia memang sudah akan memiliki Traktat Pandemi atau ada bentuk lainnya," katanya. 

Kemungkinan untuk adanya pandemi dari suatu penyakit tertentu bisa aja terjadi. Sayang hingga saat ini masa pandemi itu tidak ada yang tahu kapan. "Kita tidak tahu penyakit apa yang jadi wabah dan kapan pandemi mendatang, untuk itu kita harus siap, lebih siap dari keadaan sekarang ini," katanya. 

Pilihan Editor: Dana Pandemi Diluncurkan, Terkumpul Rp 21 Triliun

Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Tak Mudah Menjadi Bidan, Berikut Syarat yang Harus Dipenuhi

23 jam lalu

Rosalinda Delin (44), di Atapupu, Belu, Nusa Tenggara Timur. Rosalinda adalah bidan persalinan yang berhasil merubah tradisi panggang ibu dan bayi pasca melahirkan yang ada di Atambua, Belu. TEMPO/Frannoto
Tak Mudah Menjadi Bidan, Berikut Syarat yang Harus Dipenuhi

Hari Bidan Nasional dirayakan setiap 24 Juni. Syarat menjadi bidan selain keterampilan dan pengetahuan adalah sertifikasi.


IQAir Catat Kualitas Udara Jakarta Tidak Sehat, Belum Berubah Empat Hari Terakhir

3 hari lalu

Deretan gedung bertingkat yang tertutup polusi di Jakarta, Jumat 21 Juni 2024. Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 15.53 WIB, Indeks Kualitas Udara (Air Quality Index/AQI) di Jakarta berada pada angka 155 yang menempatkannya sebagai kota besar dengan kualitas udara terburuk kedua di dunia di bawah Kinshasa, Kongo. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
IQAir Catat Kualitas Udara Jakarta Tidak Sehat, Belum Berubah Empat Hari Terakhir

Data IQAir menunjukkan polusi udara di Jakarta sedang tinggi. Konsentrasi polutan PM 2,5 mencapai 80 mikrogram per meter kubik.


Moskow Dilanda Wabah Botulisme 121 Orang Dirawat, Apa Penyebab dan Gejala Penyakit Ini?

5 hari lalu

Orang-orang berjalan melintasi Lapangan Merah dekat Katedral St. Basil dan Menara Spasskaya Kremlin di Moskow tengah, Rusia. REUTERS/Evgenia Novozhenina
Moskow Dilanda Wabah Botulisme 121 Orang Dirawat, Apa Penyebab dan Gejala Penyakit Ini?

Ibu Kota Rusia Moskow dilanda wabah Botulisme, menyebabkan 121 orang perlu perawatan medis. Apa penyebab dan pencegahan Botulisme?


Waspada Bahaya Mengonsumsi Daging Merah Berlebihan, Ini Penyakit yang Datang Tak Diundang

8 hari lalu

Ilustrasi daging merah. Pixabay.com
Waspada Bahaya Mengonsumsi Daging Merah Berlebihan, Ini Penyakit yang Datang Tak Diundang

Mengonsumsi daging merah seperti daging sapi dan daging kambing secara berlebihan mengundang bahaya. Penyakit apa saja yang datang?


3 Faktor Demam Berdarah Jadi Penyakit Endemik di Wilayah ASEAN

8 hari lalu

Dunia tanpa Nyamuk (Keseharian):Dua pria tua bersongkok putih menutup hidung pada saat dilakukan pengasapan untuk mencegah berkembangnya nyamuk demam berdarah di daerah Duren Sawit, Jakarta, 10 Mei 2008. Serangan wabah penyakit mematikan itu sering muncul di Indonesia saat peralihan musim. Fotografer ingin memperlihatkan salah satu suasana khas Indonesia: pengasapan yang rutin. Ketidakacuhan tecermin dalam sikap kedua orang tua itu.(Juara 1: ACHMAD IBRAHIM/AP)
3 Faktor Demam Berdarah Jadi Penyakit Endemik di Wilayah ASEAN

WHO dan ASEAN konsolidasi untuk menangani penyakit demam berdarah yang selalu marak di Asia Tenggara.


Hari Demam Berdarah ASEAN, Bagaimana Awalnya?

9 hari lalu

Ilustrasi nyamuk demam berdarah (pixabay.com)
Hari Demam Berdarah ASEAN, Bagaimana Awalnya?

ASEAN Dengue Day diperingati setiap 15 Juni, upaya untuk mengurangi kasus demam berdarah utamanya di wilayah Asia Tenggara.


Fakta-fakta Kasus Flu Burung Strain Baru: Harus Tetap Waspada Meski Risiko Penularan Rendah

16 hari lalu

Ilustrasi flu burung. REUTERS/Dado Ruvic
Fakta-fakta Kasus Flu Burung Strain Baru: Harus Tetap Waspada Meski Risiko Penularan Rendah

WHO mengkonfirmasi adanya kasus kematian orang pertama akibat Virus Flu Burung terbaru atau H5N2 di Meksiko.


Virus Flu Burung Strain Baru Renggut Korban Pertama, Ini Kronologi dan Usulan Pencegahannya

17 hari lalu

Pejabat kesehatan Korea Selatan mengubur ayam di peternakan unggas tempat virus flu burung H5N6 yang sangat patogen menyebar di Haenam, Korea Selatan, 17 November 2016. Yonhap/via REUTERS
Virus Flu Burung Strain Baru Renggut Korban Pertama, Ini Kronologi dan Usulan Pencegahannya

Flu burung adalah salah satu penyakit infeksi yang punya potensi menimbulkan wabah, dan bahkan bukan tidak mungkin menyebar antarnegara


WHO Tunggu Data setelah Kasus Flu Burung Jenis Baru Renggut Korban Jiwa Pertama

18 hari lalu

Ilustrasi flu burung. REUTERS/Dado Ruvic
WHO Tunggu Data setelah Kasus Flu Burung Jenis Baru Renggut Korban Jiwa Pertama

WHO mengatakan sedang menunggu data sekuens genetik lengkap setelah seorang pria meninggal karena flu burung jenis baru di Meksiko


WHO Umumkan Korban Jiwa Pertama di Dunia karena Jenis Flu Burung Baru

18 hari lalu

Ilustrasi flu burung di Brasil. REUTERS/Dado Ruvic
WHO Umumkan Korban Jiwa Pertama di Dunia karena Jenis Flu Burung Baru

WHO mengumumkan bahwa seorang penduduk Meksiko menjadi orang pertama di dunia yang meninggal karena jenis flu burung baru